Dibimbing Oleh :
Meutia Ananda, M. Psi
Disusun Oleh :
Musyarofah B07210047
Rochmawati Dwi S. B07210058
Moh. Antoso B07210076
Program Studi Psikologi
Fakultas Dakwah
IAIN Sunan Ampel
Surabaya
2013
Daftar
Isi
Halaman Judul ....................................................................... 1
Daftar Isi ........................................................................ 2
Pembahasan ………............................................................ 3
A. Pengertian ......................................................................... 3
B. Macam-Macam Gangguan Mood dan Ciri-Cirinya
……………… 4
C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Mood …………… 9
D. Terapi untuk Gangguan Mood …………………………………… 13
Daftar Pustaka
........................................................................ 15
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dalam hidup semua manusia memiliki
perasaan yang berbeda-beda dalam setiap harinya. Perasaan itu terkadang sedih,
senang, marah, dan lain sebagainya yang biasanya berlangsung sementara.
Perasaan tersebut sering disebut dengan mood. Mood merupakan
perpanjangan dari emosi yang berlangsung selama beberapa waktu, kadang-kadang
beberapa jam, beberapa hari, atau bahkan, dalam beberapa kasus depresi beberapa
bulan. Mood yang dialami dalam kehidupan manusia ini sedikit banyak akan
berpengaruh kuat terhadap cara mereka dalam berinteraksi (Meier, 2000: 8-9).
Mood adalah kondisi perasaan yang terus
ada dan mewarnai kehidupan psikologis kita. Perasaan sedih atau depresi
bukanlah yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan.
Namun, orang dengan gangguan mood atau yang sering dikenali sebagai gangguan
perasaan biasanya terlarut dalam suasana perasaannya dalam jangka waktu yang
cukup lama sehingga mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi
tanggung jawab secara normal. Mereka yang mengalami gangguan mood ini akan
mengalami perubahan mood yang ekstrem, bagaikan roller coaster emosional dengan
ketinggian yang membuat pusing dan turunan yang bukan kepalang ketika dunia
disekitarnya tetap stabil (Nevid, 2003: 229).
Pada diri manusia mood ini dating dan
pergi, dan ketika itu terjadi biasanya kita dapat mengatasinya dan kembali
normal. Namun, kenyataannya tidak semudah itu umumnya gangguan mood ini terjadi
pada semua usia, ekspresi gangguan mood pada anak-anak bervariasi tergantung
pada usia mereka.
Mood pada seorang anak lebih rentan
terhadap pengaruh stressor social yang parah seperti percekcokan keluarga yang
kronis, penyiksaan dan penelantaran serta kegagalan akademik (Kaplan, dkk,
1997:809-810).
Ganggguan mood yang terjadi pada
seseorang ini umumnya terjadi karena banyaknya tekanan yang menimpa dirinya dan
cenderung terlarut dalam tekanan dapat meningkatkan resiko berkembangnya
gangguan mood yang kemudian dapat berubah menjadi depresi terutama depresi
mayor. Hal ini terbukti pada suatu penelitian yang menemukan bahwa dalam
sekitar empat dari lima kasus, depresi mayor diawali oleh peristiwa kehidupan
yang penuh tekanan. Orang juga lebih cenderung untuk menjadi depresi bila
mereka menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan (Nevid,
2003: 240).
Depresi berat yang terjadi dalam jangka
waktu yang lama ataupun orang yang berada di bawah tekanan stress yang berat
dan tidak memiliki pertimbangan yang baik, maka orang tersebut lebih memilih
untuk bunuh diri (Nevid, 2003: 262).
Dari beberapa pengertian diatas
disimpulkan bahwa gangguan mood ini merupakan suatu gejala yang menyebabkan
perubahan suasana perasaan pada seseorang secara ekstreem dan membuat
penderitanya terlarut dalam suasana perasaannya dalam jangka waktu yang cukup
lama sehingga mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam memenuhi
tanggung jawab secara normal.
B. Macam-Macam Gangguan Mood dan Ciri-Cirinya
Ada beberapa jenis dalam gangguan mood
yang terjadi pada manusia ini umumnya digolongkan sesuai dengan tingkat
seberapa lamanya gangguan ini terjadi, yaitu :
1. Episode manic
Periode
ini biasanya muncul secara tiba-tiba, mengumpulkan kekuatan dalam beberapa
hari. Selama satu episode manic ornag tersebut mengalami elevasi atau ekspansi mood
yang tiba-tiba dan merasakan kegembiraan, euphoria, atau optimism yang tidak
biasa. Orang yang mengalami episode manic ini akan memperolok orang lain dengan
memberikan lelucon yang keterlaluan atau bahkan cenderung memperlihatkan
penilaian yang buruk dan menjadi argumentative, dan terkadang bertindak
afektif. Tak hanya itu orang yang mengalami episode manic ini umumnya mengalami
self-esteem yang meningkat, mulai berkisar dari self-confidance
yang ekstreem hingga delusi total akan kebesaran diri sendiri (Nevid, 2003: 237-238).
Dalam
episode manic terdapat kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat
disertai dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan
mental dalam berbagai derajat keparahan. Dalam episode manic terdapat tipe
hipomania dimana pada gangguan ini derajat gangguan yang lebih ringan dari
mania. Tipe hipomania ini dapat ditandai dengan adanya afek yang meninggi atau berubah
disertai dengan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari
berturut-turut, dan tidak disertai halusinasi atau waham.
2. Gangguan Depresi (gangguan Unipolar)
Depresi
merupakan suatu perasaan yang bias muncul dalam berbagai cara dan mempunyai
sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin dan pekerjaan, dan bias
menyerang kapanpun dari remaja sampai paruh baya. Dimana usia paruh baya ini
merupakan usia puncak dari depresi. Pada setiap orang depresi ini berbeda-beda
bentuknya. Kondisi ini bisa disertai dengan kecemasan, gelisah, dan berbicara
gugup atau bias beralih menjadi periode mania (mood yang meningkat),
berbicara terputus-putus, serta aktivitas kompulsif yang dinamakan pasien
“manic depresif”. Namun, ada juga yang bersikap apatis dan cenderung menutupi
kekhawatirannya. Penderita sering mengeluh tidak mampu berfikir dengan jelas,
sulit berkonsentrasi, atau membuat keputusan (Jacoby, 2009:34). Dalam proses berjalannya gangguan depresi,
depresi ini merupakan gangguan yang dapat dibagi menjadi tiga tahap yang dimulai
dari gejala yang ringan, sedang hingga berat.
Gejala
atau ciri-ciri utama seseorang dengan depresi adalah afek depresif, kehilangan
minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan
yang mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Gejala
atau cirri lainnya :
a) Konsentrasi
dan perhatian berkurang,
b) Harga
diri dan kepercayaan diri berkurang,
c) Gagasan
tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
d) Pandangan
tentang masa depan yang suram dan pesimistis,
e) Gagasan
atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
f) Tidur
terganggu,
g) Nafsu
makan berkurang (Maslim, 2003: 64)
·
Depresi ringan
Depresi
ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang merupakan perasaan
melankolis yang berlangsung sebentar dan disebabkan oleh sebuah kejadian yang
tragis atau mengandung ancaman, atau kehilangan sesuatu yang penting dalam
kehidupan si penderita (Meier, 2000: 20-21). Orang dengan depresi ringan ini
setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya dan 2-3 dari gejala utama. (Maslim,
2003, 64).
·
Depresi sedang
Depresi
sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2 minggu, dan orang dengan
depresi sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social,
pekerjaan dan urusan rumah tangga. Orang dengan depresi sedang ini setidaknya
memiliki 2-3 dari gejala utama dan 3-4 dari gejala lainnya (Maslim, 2003: 64)
·
Depresi mayor
Depresi
mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling tinggi di antara
berbagai gangguan (Davidson, 2006: 374). Depresi mayor adalah kemurungan yang
dalam dan menyebar luas. Perasaan murung ini mampu menyedot semangat dan energy
serta menyelubungi kehidupan si penderita seperti asap yang tebak dan
menyesakkan dada. Depresi mayor ini dapat berlangsung cukup lama mulai dari
empat belas hari sampai beberapa tahun. Hal ini menyebabkan penderita akan
sangat sulit utnuk berfungsi dengan baik di lingkungannya. Orang dengan depresi
mayor ini juga terkadang disertai dengan keinginan untuk bunuh diri atau bahkan
keinginan untuk mati. Orang yang sangat tertekan, mereka akan mengalami dampak
hal-hal yang mengganggu kejiwaan mereka seperti gila, paranoia atau halusinasi
pendengaran (Meier, 2000: 25-26).
3. Gangguan distimik atau distimia
Gangguan distimik ini merupakan gangguan
mood yang berpola depresi ringan (tetapi nungkin saja menjadi mood
yang menyulitkan pada anak-anak atau remaja) yang terjadi dalam suatu rentang
waktu—pada orang dewasa, biasanya dalam beberapa tahun (Nevid, 2003: 229).
Gangguan distimik pada anak-anak dan remaja terdiri dari mood yang
terdepresi atau mudah tersinggung untuk sebagaian besar hari, lebih banyak hari
dibandingkan tidak, selama periode sekurangnya satu tahun. Pada anak-anak dan
remaja, mood yang mudah tersinggung dapat menggantikan criteria mood
terdepresi untuk orang dewasa dan bahwa criteria durasi adalah bukan dua tahun
tetapi satu tahun utnuk anak-anak dan remaja (Kaplan, dkk, 1997: 813).
Ada beberapa gejala atau cirri yang
dapat ditandai saat gejala ini muncul, yaitu :
a) Kehilangan
nafsu makan atau justru makan berlebihan,
b) Sulit
tidur atau kebanyakan tidur (sulit bangun),
c) Tingkat
energy rendah atau mudah lelah,
d) Citra
diri yang rendah,
e) Daya
konsentrasi yang rendah atau sulit mengambil keputusan,
f) Perasaan
putus asa.
Penderita gangguan ini setidaknya
mengalami gejala-gejala diatas paling lama 2 bulan sekali. Pada gangguan ini
tidak terjadi depresi mayor selama dua tahun terakhir, tidak pernah menderita
akibat perubahan naik turun antara periode kegairahan yang membumbung tinggi
dan depresi yang melankolis. Gangguan distimia ini tidak disebabkan oleh
penyalahgunaaan obat atau bahan kimiawi.
Namun, gejala ini mengakibatkan kerusakan klinis yang signifikan dalam fungsi
social, pekerjaan atau area-area penting lain dalam kehidupan si penderita
(Meier, 2000: 22).
4. Gangguan perubahan mood (bipolar)
Gangguan bipolar adalah gangguan mental
berat, tanpa memandang apakah ada perubahan mental antara mania dan depresi
secara full brown. Gangguan bipolar merupakan suatu psikosis afektif,
ada gangguan emosi, baik akibat kebiasaan maupun menyembunyikan kecemasan dan
perasaan malu. Pada fase depresi, pendiam, mendendam perasaan, emosional
sensitive. Pada fase mania perilakunya sangat berlawanan, sangat ekstrover.
Pada beberapa kasus keadaaan ini mengandung unsure fanatic dan religious
(Jacoby, 2009: 27).
Gangguan bipolar ini sendiri dibagi
menjadi dua, yaitu gangguan bipolar 1 dan gangguan bipolar 2. Gangguan bipolar
1 ini terjadi pada seseorang yang mengalami setidaknya satu episode manic
secara penuh. Di mana seseorang mengalami perubahan mood antara rasa
girang dan depresi dnegan diselingi periode antara berupa mood yang
normal. Sedangkan, gangguan bipolar 2 ini diasosiasikan dengan suatu bentuk
maniak yang lebih ringan. Pada gangguan bipolar 2 ini sesorang mengalami satu
atau lebih episode-episode depresi mayor dan paling tidak satu episode
hipomanik (Nevid, 2003: 237).
5. Gangguan Siklotimik
Gangguan siklotimik ini berasal dari
kata Yunani kyklos “lingkaran” dan thymos “spirit”. Jadi dapat
diartikan bahwa siklotimik ini merupakan spirit yang bergerak secara berputar
di mana dapat diartikan sebagai suatu deskripsi yang tepat dari siklotimik
karena gangguan ini melibtatkan suatu pola melingkar yang kronis dari gangguan mood
yang ditandai oleh perubahan mood ringan paling tidak selama 2 tahun (1
tahun untuk anak-anak dan remaja)(Nevid, 2003: 239). Pada gangguan siklotimik
anak dan remaja diperlukan periode satu tahun adanya sejumlah pergeseran mood.
Dan pada beberapa remaja siklotimik dapat memungkinkan untuk menjadi gangguan
bipolar 1(Kaplan, dkk, 1997: 814).
Pada penderita gangguan siklotimik,
penderita mengalami pergantian suasana perasaan senang dan depresi yang
bersifat kronis yang tidak sampai pada tingkat keparahan seperti episode manic
atau depresi berat. Pada para gangguan siklomatik cenderung berada di salah
satu keadaan suasana perasaan selama bertahun-tahun dengan relative sedikit
periode suasana netral (eutimia). Penderita gangguan siklomatik ini secara
berganti-ganti akan mengalami gejala-gejala keadaan depresi ringan dan umumnya
disebut sebagai moody(Durand, 2006: 282).
6. Kehilangan
Kehilangan adalah keadaan duka cita yang
berhubungan dengan kematian seseorang yang dicintai yang dapat ditemukan dengan
gejala yang karakteristik dari episode depresif berat. Orang dengan kehilangan
ini umumnya dapat dikenali dari gejala-gejala berikut :
a) Perasaan
sedih,
b) Insomnia,
c) Menghilangnya
nafsu makan,
d) Dan
di beberapa kasus terjadi penurunan berat badan.
Dan jika pada anak-anak umumnya mereka
lebih menarik diri dan terlihat sedih; dan mereka tidak mudah ditarik meskipun
aktivitas itu merupakan aktivitas yang mereka sukai (Kaplan, dkk, 1997: 815).
7. Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri bukanlah suatu
gangguan psikologis, tetapi sering merupakan cirri atau symptom dari gangguan
psikologis yang mendasarinya, dan biasanya adalah gangguan mood yang
menjadi alasan dibalik perilaku percobaan bunuh diri. Orang yang
mempertimbangkan untuk bunuh diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki
keterampilan memecahkan masalah dan kurang dapat menemukan cara-cara
alternative untuk copping dengan stressor yang mereka hadapi. Dalam kaitannya,
bunuh diri ini terkait dengan suatu jaringan yang kompleks dari beberapa
factor. Namun, jelas bahwa kebanyakan kasus bunuh diri ini dapat dicegah bila
orang dengan perasaan ingin bunuh diri menerima penanganan untuk gangguan yang
mendasari perilaku bunuh diri, termasuk didalamnya adalah depresi, skizofrenia,
serta penyalahgunaan alcohol dan zat (Nevid, 2003: 262-266).
C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Gangguan Mood
Dilihat dari beberapa sudut pandang, ada
beberapa hal ynag menyebabkan seseorang itu mengalami gangguan mood, dan
diantara factor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor Biologis
a. Pengaruh Keluarga dan Genetik
Dalam
kaitannya dengan gangguan mood adalah dalam studi keluarga, para
peneliti melihat adanya prevaliansi gangguan tertentu pada anggota-anggota
keluarga keluarga tingkat-pertama dari orang-orang yang diketahui memiliki
gangguan. Dan mereka menemukan bahwa angka anggota keluarga yang memiliki
gangguan suasana perasaan secara konsisten dua sampai tiga kali lebih tinggi
fibanding anggota keluarga kelompok control yang tidak memiliki gangguan
perasaan. Namun, perlu diketahui bahwa jika salah satu di antara pasangan
memiliki gangguan unipolar, maka kemungkinan pasangan kembarnya untuk memiliki
gangguan bipolar yang sangat tipis atau sama sekali tidak ada. Dan tingkat
keparahan mungkin juga terkait dengan banyaknya concordance (sejauhmana
sesuatu dimiliki bersama).
b. Sistem Neurotransmiter
Gangguan
suasana perasaan telah menjadi subjek studi neurobiologist yang lebih intens.
Penelitian mengimplikasikan pada tingkat serotonin yang rendah dalam etiologi
gangguan suasana perasaan. Hal ini dikarenakan, fungsi primer serotonin adalah
mengatur reaksi-reaksi emosional pada manusia. Dalam hipotesis “permisif”
penelitian ini mengatakan bahwa ketika tingkat serotonin rendah,
neurotransmitter lainnya diizinkan (mood irregularities), termasuk
depresi. Anjloknya norepineferin akan menjadi salah satu akibat terjadinya
gangguan mood.
c. Ritme Tidur dan Sirkadian
Gangguan
mood yang dialami oleh seseorang ini umumnya dapat dilihat dari
pertambahan jam tidur yang semakin meningkat. Dan dalam beberapa tahun telah
diketahui bahwa gangguan tidur merupakan salah satu pertanda bagi kebanyakan
gangguan perasaan. Hal ini terjadi karena, pada orang-orang yang mengalami
depresi hanya ada waktu yang lebih pendek secara signifikan sepelum repid
eye movement (REM) sleep dimulai. REM sleep atau non-REM sleep.
Pada saat seseorang tetidur, mereka akan melalui beberapa subtahapan tidur yang
secara progresif menjadi lebih nyenyak, di mana pada saat itu mereka mencapai
tingkat istirahat yang sesungguhnya. Pada prosesnya, setelah 90 menit seseorang
mulai mengalami REM sleep, di mana otak terjaga dan kita mulai bermimpi.
Mata akan bergerak maju-mundur dengan cepatdi balik kelopak mata, sehingga
dinamai dengan repid eye movement sleep. Dan ketika semakin larut, maka
banyaknya REM sleep akan semakain bertambah. Sedangkan, pada orang yang
menderita depresi akan kehilangan tidur gelombang-lambat mereka.
Selain
memasuki periode REM sleep yang jumlah yang jauh lebih cepat, orang
dengan depresi ini akan mengalami aktvitas REM yang lebih intens. Tak hanya
itu, tahapan tidur yang paling nyenyak hanya berlangsung pendek atau bahkan
tidak terjadi sama sekali. Karena ada beberapa karakteristik tidur hanya
terjadi pada saat seseorang sedang mengalami depresi dan tidak terjadi pada
saat lainnya.
d. Aktivitas Gelombang Otak
Ada
beberapa indicator yang dapat dilihat dari aktivitas gelombang otak yang
menunjukkan adanya kerentanan biologis seseorang terhadap depresi. Hal ini
ditunjukkan oleh aktivitas gelombang otak yang didemonstrasikan oleh peneliti
bahwa para penderita depresi menunjukkan aktivasi lebih besar pada anterior
sebelah kanan (dan lebih kecil pada aktivasi sebelah kiri) disbanding
orang-orang yang tidak mengalami depresi (Durand, 2006: 295-299).
2. Faktor Psikologis
Dalam
mengulas kontribusi genetic terhadap penyebab depresi dapat dinyatakan bahwa
60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada pengalaman-penagalaman
psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik untuk masing-masing
individu.
a. Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa
hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-orang yang divintai,
putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup menganggur, sakit fisik, masalah
dalam pernikahan dan hubungan, kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat
meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood atau kambuhnya sebuah
gangguan mood, terutama depresi mayor. Dan pada orang-orang dengan
depresi mayor ini sering kali kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah interpersonal dengan teman, teman kerja atau
supervisor.
b. Teori Humanistic
Menurut
teori ini, seseornag menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan
mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang
menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap sebagai tempat
yang menjemukan (Nevid, 2003: 240-243).
c. Learned Helplessness
Learned
helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat atribusi bahwa mereka
tidak memiliki kontrol atas stress dalam kehidupannya (baik sesuai kenyataan
maupun tidak).
d. Negative Cognitive Styles
Negative
cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan secara negative pada
tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya, dan masa depannya. Di mana
menurut Beck, penderita depresi memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi
mereka, kemunduran terkevil sekalipun merupakan bencana besar.
3. Faktor Sosial dan Kultural
Sejumlah
faktor social cultural memberikan kontribusi pada onset atau bertahannya
dperesi. Faktor yang paling menonjol antara lain adalah hubungan perkawinan,
gender, dan dukungan social.
a. Hubungan Perkawinan
Maksudnya
adalah hubungan perkawinan yang tidak memuaskan yang bisa menyebabkan individu
bisa mengalami gangguan perasaan seperti depresi.
b. Perbedaan Gender
Menurut
Cyranowski, dkk (2000) Sumber perbedaan ini bersifat cultural, karena peran
jenis yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan di masyarakat. Di mana laki-laki sangat di dorong mandiri, masterful,
dan asertif, sedangkan perempuan sebaliknya diharapkan lebih pasif, lebih
sensitive terhadap orang lain, dan mungkin lebih banyak bergantung pada orang
lain.
c. Dukungan Social
Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Winett, dkk (1999) tentang
efek-efek dukungan social di dalam kesembuhan yang pesat dari episode manic
maupun depresif pada pasien gangguan bipolar, mereka menemukan hasil yang
mengejutkan bahwa, jaringan pertemanan, dan keluarga yang suportif secara
social membantu terjadinya kesembuhan cepat dari episode depresif, tetapi tidak
pada episode manic. Dari hasil penelitian ini dan juga studi-studi prospektif
yang dilakukan menguatkan tentang pentingnya dukungan social (atau kekurangan
dukungan social) dalam memprediksi onset atau gejala-gejala depresi yang muncul
kemudian (Durand, 2006: 303-308).
D. Terapi untuk Gangguan Mood
Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani seseorang yang mengalami
gangguan mood, beberapa diantaranya adalah :
1. Pengobatan
Pemberian
antidepresian yang dapat membantu memgontrol gejala dan mempertahankan fungsi
neurotransmitter. Ada 3 tipe antidepresian yang sering digunakan, yaitu :
a. Trisiklik
(Tofranil, Elavil)
Trisiklik
ini berfungsi untuk memberikan efek dengan mendesentralisasi norepinefferin.
b. Monamine Oxidase Inhibitors
(MAOIs)
MAOIs
ini berfungsi untuk memblokir enzim MAO yang memogokkan neurotransmitter
seperti norepinefrin dan serotonin.
c. Selective Serotogenic Reuptake Inhibitors
(SSRIs)
SSRIs
ini secara spesifik memblokir reuptake serotonin pra-sinaptik. Dan
secara temporer menaikkan level serotonin dibagian reseptornya.
d. Lithium
Lithium
ini merupakan garam yang dapat ditemukan dalam kandungan air minum yang kadar
jumlahnya sangat kecil hingga tidak memberikan efek apapun. Lithium sendiri
memiliki sebuah keunggulan yang membedakannya dari antidepresan lainnya.
Karena, substansinya lebih sering efektif untuk mencegah dan menangani
episode-episode manic.
2. Terapi Kognitif-Behavioral
Dalam
prosees terapi ini klien diajarkan untuk menelaah secara cermat cara berfikir
mereka saat mereka depresi dan untuk menengarai kesalahan-kesalahan “depresif”
dalam berpikir. Tak hanya itu, klien juga diajarkan bahwa kesalahan dalam
berfikir dapa menyebabkan depresi secara langsung. Dan penanganannya melibatkan
tindakan mengkoreksi kesalahan-kesalahan berpikir dan menggantinya dengan
pemikiran dan penilaian yang kurang menyebabkan depresi dan (mungkin) lebih
relistis.
3. Psikoterapi Interpersonal (IPT / Interpersonal
Psychotheraphy)
IPT
atau Psikoterapi Interpersonal ini memfokuskan pada penyelesaian berbagai
masalah dalam hubungan yang sudah ada dan belajar membangun hubungan-hubungan
interpersonal yang penting dan baru. Dalam proses IPT ini sangat terstruktur.
Pada proses awal terapis harus mengidentifikasi berbagai stressor yang mungkin
mencetuskan depresi. Setelah itu, terapis mengklasifikasikan dan mendefinisikan
sebuah perselisihan interpersonal. Setelah itu, mencari penyelesaiannya dengan
:
·
Tahap negosiasi
·
Tahap jalan
bunyu
·
Tahap resolusi
4. ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik
Transkranial/ TMS)
ECT
adalah penangan yang cukup aman dan efektif untuk depresi berat yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan penanganan bentuk lain. ECT merupakan bentuk
penanganan yang dalam pengadministrasiannya pasien diberi anestsesi/ obat bius
untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dan diberikan obat perelaks otot untuk
mencegah kerusakan tulang akibat konvulsi selama sizure (Kejang-kejang).
Kemudian listrik diadministrasikan secara langsung melalui otak selama kurang
dari satu detik. Bentuk penanganan ECT ini terbukti untuk menaikkan lever
serotonin, memblokir hormone-hormon stress dan membantu terjadinya neurogenesis
dalam hipokampus.
Sedangkan
TMS (Transcrantial Magnetic Simulation) bekerja dengan cara menempatkan
sebuah gulungan magnetic diatas kepala untuk membangkitkan denyut
elektromagnetik yang dialokasikan dengan tepat. Dalam penanganan ini anastesi
tidak dibutuhkan karena, efek sampingnya biasanya terbatas dalam bentuk sakit
kepala.
TMS
dan ECT ini sama-sama efektif untuk pasien-pasien dengan depresi berat atau
depresi psikotik yang resisten dengan penanganan (belum menunjukkan respons
terhadap obat atau penanganan psikologis) (Durand, 2006: 311-318).
Daftar
Pustaka
ü Davidson,
Gerald C., 2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
ü Durand,
V. Mark, 2006, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
ü Jacoby,
David B., 2009, Pustaka Kesehatan Populer, PT Bhuana Ilmu Populer
ü Kaplan,
Harold L., dkk, 1997, Sinopsis Psikiatri Jilid 2, Jakarta: Binarupa
Aksara
ü Maslim,
Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
ü Meier,
Paul, dkk, 2000, Mengendalikan Mood Anda, Yogyakarta: Yayasan Andi
ü Nevid,
Jeffrey S., dkk, 2003, Psikologi Abnormal, Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar