Muhammad Antoso


Selamat Datang di Blogs Antok Pemuda Sumenep Semoga Bermanfaat

Kamis, 27 Desember 2012

Analisis Perilaku Korupsi Negeri Indonesia di Era Global


BAB I
PENDAHULUAN
Hingga dewasa ini, korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang. Korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Makanya, bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan secara seloroh bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Kenyatannya memang tidak ada suatu negara di dunia ini yang memiliki indeks persepsi korupsi (IPK) yang berada di dalam angka mutlak 10, paling banter adalah mendekati angka mutlak tersebut.
Sejarah korupsi memang setua usia manusia. Ketika manusia mengenal relasi sosial berbasis uang atau barang, maka ketika itu sebenarnya sudah terjadi yang disebut korupsi. Hanya saja memang kecanggihan dan kadar korupsinya masih sangat sederhana. Akan tetapi sejalan dengan perubahan kemampuan manusia, maka cara melakukan korupsi juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana manusia melakukan korupsi tersebut. Jadi, semakin canggih manusia merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin canggih pula pola dan model korupsinya.
Sekarang ini masyarakat Indonesia seakan dimanjakan oleh massa media baik cetak maupun elektronik dengan suguhan berita tentang kasus-kasus korupsi. Hal ini mengindikasikan bahwa perilaku korupsi seakan telah menjadi fenomena social ditengah masyarakat. Perilaku ini telah merasuki semua sendi kehidupan mulai dari yang terkecil seperti lingkup sekolah sampai kepada lingkup terbesar dalam pengelolaan keuangan Negara.
Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa karena terjadi di semua bidang kehidupan dan dilakukan secara sistematis, sehingga sulit untuk memberantasnya. Korupsi di Indonesia dapat dikatakan sudah merupakan  endemic, sistemic, dan  widespread. Korupsi bahkan sudah merampas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) masyarakat banyak sehingga harus diberantas.
Dengan semakin marak dan mengakarnya perilaku korupsi sampai tingkat terbawah dan besarnya dampak negative yang diakibatkannya, rasanya tidak mungkin untuk memberantas perilaku jahat ini hanya dengan mengharapkan lembaga hukum negara sebagai leading sector pemberantasan korupsi bagi pemerintah.
Maka dari itu, sangat pentinglah saat ini untuk sedikit demi sedikit memberantas perilaku korupsi tersebut, sebab kalau tidak maka akan banyak dampak yang akan rasakan oleh negeri itu sendiri dan juga masyarakat yang ada. Diantara dampak itu adalah :
~        Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu
~        Rusaknya demokrasi/menjadi tidak lancar
~        Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi
~        Melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan
~        Penurunan kualitas moral dan akhlak
~        Mempersulit Pembangunan Ekonomi
~        Menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan

Bagaimana cara mengantisipasi itu semua? Tidak lain hanya dengan satu cara yang paling berpengaruh menurut saya yaitu, mulailah perbaiki diri sendiri sejak dini, sebab “tidak akan berubah nasib suatu bangsa jika bangsa itu sendiri tidak berusaha merubah nasibnya sendiri”.
  



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Korupsi
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikatikan pemaknaannya dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum/kriminal, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikatikan dengan perekonomian, kebijakan publik, internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi hingga badan dunia seperti PPB memiliki badan khusus yang memantau korupsi dunia. Sebagai landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri.
Definisi Berdasarkan Produk Hukum Nasional
Menurut Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, Ayat 1 disebutkan:
“Perbuatan korup diartikan sebagai tindakan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”
Pasal 3 menyebutkan:
“Perbuatan 'Korup' dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara”
Berdasarkan kedua pasal tersebut, perbuatan ‘Korup’ adalah perbuatan yang dilakukan dengan memanfaatkan jabatan/kedudukan/kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan negara dan pereknomian negara. Menurut kedua pasal tersebut, perbuatan ‘Korup’ adalah tindakan yang melanggar hukum.
Jika bersandar pada UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka tindak pidana ‘Korupsi’ berlaku tidak hanya pada institusi pemerintahan, akan tetapi bisa berlaku pula untuk institusi di luar pemerintahan. Seperti kasus BLBI yang melibatkan sejumlah pengusaha (perbankan) yang diduga menyuap pejabat pemerintah baik di tingkat departemen maupun pejabat Bank Indonesia. Dari kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagian besar di antaranya adalah kasus yang menyalahgunakan jabatan/kekuasaan. Kasus-kasus seperti ini terdapat di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah, termasuk di tingkat legislatif pusat dan daerah.
Definisi Secara Umum dan Internasional
Kata ‘Korupsi’ berasal dari kata asing, yaitu ‘Corrupt’ yang merupakan paduan dari dua kata dalam bahasa latin com (bersama-sama) dan rumpere (pecah/jebol). Pengertian bersama-sama mengarah pada suatu bentuk kerjasama atau suatu perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang kekuasaan. Konotasi bersama-sama bisa dimaksudkan lebih dari 1 orang atau dapat pula dilakukan oleh satu orang yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan orang lain. Tentunya kekuatan atau kekuasaan yang dimaksudkan adalah untuk kepentingan dirinya sendiri. Mengenai konotasi dari rumpere yang berarti pecah atau jebol merujuk pada pengertian dampak atau akibat dari perbuatan korupsi (bahasa latin lain adalah corruptus). Artinya, tindakan korupsi dapat mengakibatkan kehancuran atau kerugian besar. Inilah yang membedakan pengertian tindak korupsi dengan tindak kriminal biasa seperti pencurian. Tindak pidana pencurian hanya mengakibatkan kerugian sepihak, yaitu kerugian bagi korban, sedangkan korupsi dapat merugikan tidak hanya banyak orang akan tetapi juga negara dalam jumlah besar.
Dari sekian banyak definisi tentang ‘Korupsi’ selalu menganalogkan atau mengkaitkan sebagai bentuk tindakan ilegal atau melanggar hukum, tidak bermoral, dan tidak loyal dari seseorang yang memiliki kekuatan untuk melakukannya. Kekuasaan berupa jabatan atau kedudukan merupakan sarana dan sekaligus alat untuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi negara. Defini terkini tentang ‘Korupsi’ saat ini sudah mulai meluas pada cakupan moral. Tindak ‘Korupsi’ bukan hanya sekedar kesempatan untuk memanfaatkan jabatan/posisi, akan tetapi juga peluang untuk mendorong terjadinya tindak ‘Korupsi’.
Apabila definisi tradisional tentang ‘Korupsi’ lebih banyak menyorot aspek pemegang kekuasaan atau seseorang yang memiliki jabatan, maka definisi moderen menyoroti keseluruhan aspek dalam suatu negara yang menyebabkan terjadinya tindak ‘Korupsi’ (Kurer, 2005). Indeks persepsi korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) hanya mengukur tindak ‘Korupsi’ satu arah, yaitu persepsi/penilaian berdasarkan instansi ataupun pejabat yang berwenang. Definisi moderen mengukur dari dua arah, yaitu dari instansi dan masyarakatnya sendiri. Tindak ‘Korupsi’ tidak hanya terjadi karena adanya kesempatan berupa jabatan ataupun kewenangan, akan tetapi juga karena adanya kebutuhan. Pelaku perbuatan yang berakibat dilakukannya tindak ‘Korupsi’ adalah mereka yang mendorong pihak lain yang dapat memanfaatkan jabatan ataupun kewenangannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Hingga sejauh ini, pengawasan ataupun pemantauan terhadap tindak ‘Korupsi’ masih difokuskan pada pihak yang memiliki jabatan atau kewenangan.

B.  Dampak Dari Perilaku Korupsi
1.    Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
2.    Demokrasi menjadi tidak lancar
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
3.    Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Chetwynd et al (2003),  korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Menurut Mauro (2002),Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Menurut  Gupta et al (1998). Menyatakan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
3.     Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.
Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.
4.     Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Fakta     bahwa    negara    dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat   ketidakpercayaan      dan  kriminalitas yang tinggi pula.  Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
5.     Mempersulit Pembangunan Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
7.     Korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi.



BAB III
ANALISIS

A.  Analisis Penyebab Perilaku Korupsi
Kenapa orang yang rajin ibadah juga korupsi?
Dibawah ini akan dibahas melalui pendapat beberapa tokoh dan juga beberapa pendekatan.
Ada yang mengatakan bahwa ada tiga hal yang membuat mereka melakukan korupsi :
1.     Psikologi aliran “behaviouris” mengatakan bahwa perilaku manusia kebanyakan dipengaruhi (tidak ditentukan) oleh faktor-faktor yang ada di luar dirinya. Antara lain sistem pengawasan dari negara yang sangat lemah, sistem hukuman bagi koruptor yang sangat ringan, sistem penegakan hukum yang rapuh, sistem politik yang tidak profesional dan faktor lingkungan lainnya.
2.     Di samping faktor sistem yang buruk tersebut pada butir satu di atas, juga karena faktor lingkungan kerja yang memang koruptif di mana korupsi sudah saling keterkaitan antara individu dengan individu lainnya. Saling membenarkan dan saling melindungi demi keuntungan bersama.
3.     Faktor kepribadian.
Menurut Jack Bologne, akar penyebab korupsi ada empat : Greed, Opportunity, Need, Exposes.
1.    Greed terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Punya satu gunung emas, berhasrat punya gunung emas yang lain. Punya harta segudang, ingin punya pulau pribadi.
2.    Opportunity terkait dengan sistem yang memberi lubang terjadinya korupsi. Sistem pengendalian tak rapi, yang memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan. Mudah timbul penyimpangan. Saat bersamaan, sistem pengawasan tak ketat. Orang gampang memanipulasi angka. Bebas berlaku curang. Peluang korupsi menganga lebar.
3.    Need berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai.
4.    Exposes berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku maupun orang lain. Deterrence effect yang minim.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni :
a.     Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya),
b.     Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni :
a.     Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat;
b.     Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;
c.     Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi;
d.    Modernisasi pengembangbiakan korupsi
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1.        Aspek Individu Pelaku
a.     Sifat tamak manusia; Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
b.     Moral yang kurang kuat; Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c.     Penghasilan yang kurang mencukupi; Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
d.    Kebutuhan hidup yang mendesak; Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e.     Gaya hidup yang konsumtif; Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
f.      Malas atau tidak mau kerja; Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
g.     Ajaran agama yang kurang diterapkan; Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
2.        Aspek Organisasi
a.     Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan; Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
b.     Tidak adanya kultur organisasi yang benar; Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
c.     Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai; Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
d.    Kelemahan sistim pengendalian manajemen; Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
e.     Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi; Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3.        Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
a.     Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
b.     Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c.     Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d.    Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
e.     Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Sigmund Freud merupakan pendiri Psikoanalisis. Teori Psikoanalisis fokus pada pentingnya pengalaman masa kanak-kanak. Intinya, masa kanak-kanak memegang peran menentukan dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku manusia ketika dewasa kelak.
Ada lima tahap perkembangan kepribadian dalam Psikoanalisis. Menurut Freud, manusia dalam perkembangan kepribadiannya melalui tahapan oral, anal, phallis, laten, dan genital.
1.    Tahap oral, Pada tahap ini manusia melulu menggunakan mulutnya untuk merasakan kenikmatan. Bayi selalu memasukkan ke mulutnya setiap benda yang dipegangnya. Tahapan ini berlangsung pada 0-3 tahun.
2.    Tahap anal, Inilah tahapan ketika anak memperoleh kenikmatan ketika mengeluarkan sesuatu dari anusnya. Anak menyukai melihat tumpukan kotorannya. Pada tahap ini anak dapat berlama-lama dalam toilet.
3.    Tahap phallis, Tahap phallis berlangsung pada umur 8-10 tahun. Anak memperoleh kenikmatan dengan memainkan kelaminnya.
4.    Tahap laten, Anak melupakan tahapan memperoleh kenikmatan karena sudah memasuki usia sekolah. Anak mempunyai teman dan permainan baru.
5.    Tahap genital, Inilah tahapan ketika perkembangan kedewasaan mencapai puncaknya. Manusia sudah memasuki tingkat kedewasaan. Tahap-tahap perkembangan ini berjalan normal, dari satu tahap ke tahap berikutnya. Namun, bisa saja orang terhambat dalam perkembangan dini. Freud menyebutnya fiksasi. Penyebabnya beragam, bisa karena orang tua, lingkungan sosial, atau konflik mental.
Ada hubungan antara tahapan perkembangan kepribadian anak dengan kondisi anak setelah dewasa. Bila pada tahap-tahap itu terjadi fiksasi atau hambatan perkembangan kepribadian., maka kepribadian itulah yang dibawanya sampai besar.
Sifat serakah adalah sifat dari orang yang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya, yaitu ketika dia terhambat dalam tahap kepribadian anal. Seorang anak yang mengalami hambatan kepribadian pada fase anal, ketika besar ia akan mempertahankan kepribadian anal. Karakter orang ini ditandai dengan kerakusan untuk memiliki.
Ia merasakan kenikmatan dalam pemilikan pada hal-hal yang material. Fase anal ditandai oleh kesenangan anak melihat kotoran yang keluar dari anusnya. Kini, kotoran telahdiganti benda lain. Benda itu berujud uang, mobil, rumah, saham, berlian, emas, intan.
Koruptor adalah anak kecil dalam tubuh orang dewasa. Badannya besar, jiwanya kerdil. Untuk menyembuhkannya, hilangkan hambatan itu. Tunjukkan padanya bahwa pada dasarnya dia belum dewasa. Kesenangan mengumpulkan harta adalah simbol perilaku menyimpang akibat terhambat dalam perkembangan kepribadian di masa kanak-kanak.     
Disini saya akan menjelaskan beberapa analisis penyebab perilaku korupsi dari berbagai teori :
1.    Teori (pendekatan) Biologis
Seperti apa yang telah dikatakan oleh para ilmuwan, bahwa manusia lahir dengan berbagai karakteristik yang berbeda. Perbedaan disini tergantung pada naluri atau bawaan yang dibawa sejak lahir oleh masing-masing individu. Dan naluri itulah yang akan menentukan dan membentuk perilaku pada diri individu selama hidup. Dalam diri manusia memiliki naluri untuk menjadi agresif. Konrad Lorenz dan juga ahli lain mengungkapkan pendapat bahwa dorongan agresif ada di dalam diri manusia sejak lahir dan tidak bias dirubah.
Dalam kasus korupsi yang merajalela di negeri kita ini, menurut saya kemungkinan yang pertama, mereka para pemimpin yang korupsi dalam dirinya memang sudah terbawa karakteristik atau naluri agresi, rakus atau tamak, dan material. Sehingga dengan itu, diketika mereka menjadi pemimpin yang kesehariannya tidak lepas dengan yang namanya uang, maka disaat ada kesempatan mereka akan rela untuk melakukan apapun termasuk korupsi demi memenuhi semua keinginannya, tanpa memikirkan apa akibat yang akan diterimanya dan juga akibat pada yang lain terutama kepada rakyat.
Kemungkinan yang kedua, mungkin mereka memang keturunan dari orang-orang yang suka berbohong. Dan mungkin juga mereka adalah keturunan dari orang-orang yang memang sudah terbiasa melakukan korupsi. Inilah hal yang paling kuat bagi mereka untuk berperilaku korupsi disaat ada kesempatan. Sebab, jika mereka sudah tahu bahwa keluarganya adalah orang yang terbiasa korupsi, maka sangat gampang juga bagi mereka untuk menirunya, karena dalam diri mereka terdapat gen korupsi yang dibawa dari sejak lahir.
2.    Teori (pendekatan) Belajar
Kebanyakan manusia yang hidup di dunia ini dalam berperilaku kesehariannya disebabkan karena proses belajar. Proses belajar disini antara lain lingkungan, pengalaman sebelumnya, dan idola.
Pertama adalah lingkungan. Telah kita ketahui bahwa sistem pemerintahan yang ada di Indonesia khususnya dalam persoalan hukum yang tidak tepat dan tidak jelas. Hampir semua permasalahan baik ekonomi, politik, dan bahkan pendidikan pun tidak lepas dari yang namanya korupsi, mulai dari bawah hingga ke daerah pusat. Untuk sekarang korupsi sudah merupakan hal biasa yang sudah membudaya dimana-mana. Maka dari itu, meskipun orang baik-baik dan orang suci pun jika sudah terjun dan berbaur dengan lingkungan pemerintahan yang didalamnya terbiasa korup, sangat kecil kemungkinannya untuk tidak mengikuti budaya itu. Sebab, lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku seseorang.
Kedua yaitu pengalaman di masa lampau. Kebanyakan manusia dari sejak kecil khususnya saat masih sekolah sudah mulai dipelajari benih-benih dari korupsi. Salah satunya seperti kebohongan atau kecurangan disaat pelaksanaan UNAS. Sehingga kalau dari kecil sudah dididik seperti itu, sangat besar kemungkinan untuk meniru dan mengulangi kembali hal-hal yang bahkan lebih buruk (korupsi). Selain itu juga, mungkin mereka para pemimpin yang koruptor sebelumnya sudah terbiasa dengan gaya hidup yang bermewah-mewahan. Mulai dari rumah mewah, mobil mewah, pakaian yang bagus-bagus, dan lain-lainnya. Sehingga untuk memenuhi dan mempertahankan gaya hidupnya, cara yang paling cepat dan mudah adalah mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Dan itupun tidak cukup jika hanya mengandalkan gajinya. Maka dari itu, satu-satunya jalan yang harus dilakukan hanyalah korupsi.
Ketiga adalah idola. Setiap manusia individu dalam hidupnya pasti mempunyai seseorang yang diidolakan. Sedikit banyak mereka akan meniru dan mengikuti perilaku dan pola hidup orang yang diidolakan. Nah, mungkin dalam kasus korupsi ini mereka para koruptor juga memiliki seorang idola, contohnya atasannya, jabatannya yang lebih tinggi atau yang lainnya. Sehingga kalau idola mereka sudah korupsi, mereka akan kecewa dan rasa kekecewaannya mereka lampiaskan dengan cara korupsi juga (atasan saya korupsi kenapa saya tidak).
3.    Teori (pendekatan) Insentif
Orang bertindak berdasarkan pilihan antara keuntungan dan kerugian yang akan diperolehnya dari setiap perilaku. Orang memperhitungkan kerugian dan keuntungan berbagai tindakan, serta secara rasional mengambil alternatif yang paling baik. Mereka memilih mana tindakan memberikan keuntungan sebesar mungkin dan kerugian sekecil mungkin. Edward menyatakan bahwa keputusan diambil atas dasar nilai dari berbagai akibat keputusan yang mungkin, dan derajat ekspektasi atau dugaan tentang akibat yang akan ditimbulkan oleh setiap keputusan.
Kembali pada kasus korupsi yang merajalela saat ini, mungkin disaat ada kesempatan mereka memiliki pilihan antara melakukan korupsi atau tidak. Kalau mereka memilih untuk melakukan korupsi, mereka berfikir yang jelas kalau ketahuan akan dipenjara, malu, mungkin bisa dipecat dari jabatannya, dan dicemooh banyak orang (pilihan negatif). Sedangkan kalau mereka tidak mengambil korup dan membuang kesempatan emas itu mereka akan selamat dan tidak terancam, namun merasa rugi (pilihan positif). Akan tetapi, mereka lebih memilih untuk korupsi mungkin antara pilihan negatif dan positif, yang dapat menguntungkan baginya adalah pilihan negatif. Karena mereka pikir pilihan itu lebih besar keuntungannya dari pada kerugian yang akan diterima. Sebab, mereka belum tentu diketahui akan perbuatannya itu. Walaupun nantinya diketahui, mereka bisa membeli hukum dengan uang yang mereka punya itu.
Selain itu, mereka korupsi karena ingin mengembalikan uang modal yang ia keluarkan pada saat mau mencalonkan menjadi pemimpin (contohnya para caleg). Mungkin dia pikir pilihan negatif itu justru akan memberikan keuntungan besar dan dia tidak peduli dengan akibat yang akan diterimanya. Yang penting mereka mendapatkan uang sebanyak mungkin untuk kembali modal. Mereka menjadikan kepemimpinan atau jabatan sebagai jembatan perbisnisan uang.
4.    Teori (pendekatan) Kognitif
Dalam kehidupan sosial perilaku seseorang tergantung pada caranya mengamati situasi sosial. Dan hukum mengenai persepsi sosial sangat mirip dengan hukum persepsi objek. Secara spontan dan otomatis orang mengorganisasikan persepsi, pikiran, dan keyakinannya tentang situasi sosial ke dalam bentuk yang sederhana dan bermakna, seperti yang mereka lakukan terhadap objek. Tidak peduli bagaimana kacau atau rancunya situasi, orang akan selalu mengadakan pengaturan. Dan organisasi ini, persepsi dan pengartian lingkungan mempengaruhi perilaku kita dalam situasi sosial.
Kembali pada kasus korupsi, mungkin kebanyakan dari mereka menginterpretasikan atau memaknai bahwa situasi sosial seperti korupsi adalah suatu jalan yang bisa membuat hidup mereka cepat kaya. Dan dengan kekayaan itulah mereka juga memaknai bahwa mereka akan menjadi orang terpandang (derajat yang tinggi dalam masyarakat), dan bisa dianggap orang yang sukses serta berhasil dalam hidupnya. Sebab, mayoritas manusia hidup di dunai ini yang dipikirkan hanyalah materi, jabatan, dan terpandang di mata orang. Selain itu, mungkin mereka juga menginterpretasikan atau memaknai bahwa korupsi bukanlah hal yang mengancam atau membahayakan bagi dirinya, mereka sudah memaknai kalau korupsi adalah hal biasa yang menjadi bagian dari pekerjaannya.
Namun dari beberapa pendapat di atas saya dapat menyimpulkan bahwa penyebab yang paling berpengaruh besar terhadap perilaku korupsi yaitu karena adanya motivasi dasar sifat serakah yang akut. Adanya sifat rakus dan tamak tiada tara. Korupsi, menyebabkan ada orang yang berlimpah, ada yang terkuras, ada yang jaya, ada yang terhina, ada yang mengikis, ada yang habis. Korupsi paralel dengan sikap serakah.
B.   Upaya Penanggulangan Korupsi
Ada banyak upaya dalam menanggulangi atau memberantas perilaku korupsi, diantaranya sebagai berikut :
a.     Membuat aturan/tata-tertib/kesepakatan/perjanjian, yang didasari akan kesadaran bahwa seluruh organisasi mempunyai unsur manusiawi (karena anggota/individu-individu di dalamny adalah manusia), sehingga berpeluang membuat kesalahan baik secara sengaja dan maupun secara tidak sengaja.
b.     Menerapkan kaidah-kaidah manajemen modern, di ataranya adalah perencanaan kerja yang baik, sehingga mudah dimonitoring, diarahkan, diberi motivasi dan mudah diawasi/dikendalikan. Sehingga semua tindakan, keputusan, kebijaksanaan dapat dipertanggunjawabkan.
c.     Menetapkan standar rekrutmen yang baik, dimana penerimaan calon penatalayanan harus mempunyai (dilengkapi) syaratsyarat yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dimana kriteria tersebut adalah kriteria kepribadian yang tepat (jenis kepribadian yang sesuai, misalnya tingkat affiliasi tinggi, needs of achievement tinggi, dlsb), motivasi, pengetahuan teknis, dan kejujuran moral.
d.    Memperbaiki mutu lulusan sekolah-sekolah tinggi, Perguruan Tinggi yang merupakan pabrik penata-layanan, dengan menetapkan standar penerimaan yang cukup tinggi, menetapkan standar minimal pencapaian prestasi yang cukup menjamin kualitas, meramu kurikulum yang memuat unsur-unsur
manajemen modern, perilaku-organisasi, sosiologi, pengetahuan hukum, guna mendapatkan lulusan yang sadar akan keberadaannya, ditengah lingkungan masyarakat yang terus maju dengan cepat, dan tingkat kemajemukan yang tinggi.
e.     Menindak tegas seluruh pelanggaran organisasi yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi, guna mencegah timbulnya preseden buruk di kemudian hari. Karena berdasarkan pengalaman banyak tindak korupsi yang terjadi adalah karena meniru atau pengulangan.
f.      Menanamkan pemahaman bahwa organisasi mempunyai sifat manusiawi yang kental, yang tidak luput dari kesalahan, dan harus diawasi jalannya, serta dikoreksi dari waktu ke waktu.
g.    Menerapkan pembentukan karakter dalam dunia pendidikan
Pencegahan korupsi adalah perkara yang tidak mudah diselesaikan karena ia merupakan sikap yang terbentuk dari kebiasaan perilaku buruk sejak kecil. Solusi tepat bagi pencegahan korupsi ini hanya bisa dilakukan dengan mempersiapkan generasi mendatang yang berkarakter kuat yang memiliki prinsip-prinsip mulia yaitu dengan menanamkan kebiasaan dan nilai-nilai kebaikan sejak dini. Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan karakter yang dapat dimulai dari kalangan keluarga sampai kepada pendidik sehingga kelak akan menjadi kebiasaan yang tertanam bagi anak dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal-soal ujian dan tekhnik menjawabnya. Pendidikan karakater memerlukan pembiasaan. Pembiasaan unutk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas. Karakter sesungguhnya tidak terbentuk secara instan, tetapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Penanaman nilai-nilai akhlak melalui pendidikan karakter sejak usia dini merupakan solusi tepat untuk menyiapkan generasi bangsa yang bermoral yang bisa membentengi dirinya dari godaan perilaku korupsi yang menguntungkan diri sendiri tanpa merugikan orang lain . Hal ini dikarenakan sebab sejak dini ia sudah dibiasakan untuk memegang teguh prinsip-prinsip hidup mulia sehingga perilaku-perilaku tersebut kelak akan terbawa hingga ia dewasa. Dalam kaidah ushul fiqh dijelaskan bahwa Al-‘a>dah Muhakkamah, bahwa kebiasaan-kebiasaan itu akan menjadi hukum, begitupula dengan anak-anak yang sejak dini telah diberikan pendidikan karakter dengan nilai-nilai akhlak yang luhur maka hal tersebut akan terbawa hingga dewasa ia sehingga akan memegang teguh prinsip-prinsip mulia itu.
Sifat-sifat buruk yang timbul dalam diri anak sebenarnya bukanlah merupakan bawaan dari lahir sebagai fitrah, karena fitrah setiap anak itu ialah kesucian sebagaimana termaktub dalam al-hadith:
        كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَليَ اْلفِطْرَةِ
Kullu mawluud yuulad ‘alal-fitrah.
“Setiap anak lahir dalam keadaan suci”
Bimbingan intensif dari orang tua dan para pendidik terhadap anak sejak usia dini menjadi sangat penting agar anak memiliki karakter yang baik. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya keluarga adalah tempat paling pertama dan utama dalam pendidikan karakter dan kepribadian seorang anak.
“The child thus, regulates his conduct according to a moral code which he derives from the personality of his mother. Everything she believes to be good, beautiful and true are regarded as ideal. This is the beginning of the expression and satisfaction of his moral urge”.
Pembentukan karakter seorang anak pada hakekatnya dapat dilihat dari bagaimana cara orang tua terutama ibu dalam mendidik dan memberikan keteladanan kepada anak-anaknya. Hasil bimbingan itu akan terlihat langsung saat anak secara berangsur-angsur berkembang dan tampil ditengah kehidupan masyrakat. Dengan demikian perilaku buruk yang timbul dalam diri anak dapat diakibatkan karena kurangnya peringatan dini dari orang tua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak maka akan semakin sulit bagi dirinya unutk merubah perilaku buruknya. Banyak orang dewasa yang menyadari perilaku buruk tetapi sangat sulit untuk merubahnya karena sudah sedemikan mengakarnya perilaku buruk tersebut dalam dirinya. Maka berbahagialah para orang tua yang selalu memperingati dan dan mencegah anaknya dari perilaku buruk seperti berlaku curang yang merupakan cikal bakal perilaku korupsi sejak dini karena dengan demikian mereka sesungguhnya telah menyiapkan dasar mental dan moral yang kuat bagi anak dimasa mendatang. Dengan demikian anak tersebut telah diberikan pendidikan sejak dini yang menjadi solusi dalam pencegahan perilaku korupsi.



BAB IV
KESIMPULAN

Perilaku korupsi pada hakekatnya disebabkan oleh lemahnya mental dan moral serta nilai-nilai kebaikan yang dimiliki oleh para koruptor. Kelemahan mental, moral, dan nilai-nilai kebaikan ini disebabkan karena proses pendidikan yang hanya menitikberatkan pada aspek pengetahuan tanpa memberikan porsi yang cukup bagi pendidikan karakter yakni pengembangan aspek sikap, nilai, dan perilaku.
Penyebab yang paling berpengaruh besar terhadap perilaku korupsi yaitu karena adanya motivasi dasar sifat serakah yang akut. Adanya sifat rakus dan tamak tiada tara. Korupsi, menyebabkan ada orang yang berlimpah, ada yang terkuras, ada yang jaya, ada yang terhina, ada yang mengikis, ada yang habis. Korupsi paralel dengan sikap serakah.
Pencegahan korupsi adalah perkara yang tidak mudah diselesaikan karena ia merupakan sikap yang terbentuk dari kebiasaan perilaku buruk sejak kecil. Solusi tepat bagi pencegahan korupsi ini hanya bisa dilakukan dengan mempersiapkan generasi mendatang yang berkarakter kuat yang memiliki prinsip-prinsip mulia yaitu dengan menanamkan kebiasaan dan nilai-nilai kebaikan sejak dini. Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan karakter yang dapat dimulai dari kalangan keluarga sampai kepada pendidik sehingga kelak akan menjadi kebiasaan yang tertanam bagi anak dalam kehidupan bermasyarakat.



REFERENSI

~        Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari masa ke masa (Bogor, Al-Manar Press, 2011)
~        Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta, Bumi Aksara, 2011)
~        Adian Husaini, Membentuk manusia berkarakter dan beradab (Bandung, Makalah disampaikan pada seminar pendidikan karakter, 28 juli 2010)
~        KMI Gontor Ponorogo, English Lesson For Class Six: Mother and Moral Education (Gontor: Darussalam Press, 1992)