Muhammad Antoso


Selamat Datang di Blogs Antok Pemuda Sumenep Semoga Bermanfaat

Sabtu, 10 Desember 2011

PROPOSAL SKRIPSI


PENGARUH MAKAN MALAM BERSAMA KELUARGA TERHADAP INTELIGENSI ANAK DI TPQ NURIL IMAN SURABAYA
( Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Penelitian Kuantitatif )





Oleh:

Moh Antoso ( B07210076 )



PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
2011





  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Membesarkan anak dan merawat seorang anak merupakan hal yang menantang. Anak adalah anugerah dari sang pencipta, orang tua yang melahirkan anak harus bertangung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah sebagai kepala keluarga maupun ibu sebagai pengurus rumah tangga. Keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarganya apabila sang anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi sang anak menjalani didikan sesuai dengan perintah agama.
Anak adalah makhluk sosial. Mereka membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Dari interaksi sosialnya mereka dapat memenuhi kebutuhan akan perhatian, kasih saying, dan cinta. Anak tidak lepas dari lingkungan sosialnya karena mereka belajar dan berkembang dari dan di dalamnya. Untuk itulah teman dan lingkungan sosial yang mendukung menjadi penentu kematangan psikologis anak kelak.[1]
Anak-anak yang terisolasi akan menjadi pribadi-pribadi yang tidak matang secara sosial, emosional dan spiritual. Mereka akan memiliki kepribadian yang terganggu akibat kehilangan kasih saying dan cinta dari lingkungan sosialnya. Anak-anak ini akan menjadi pribadi anti sosial. Akibatnya mereka tidak bisa mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, mudah menaruh curiga kepada orang lain dan sulit untuk mempercayai orang lain.
Anak-anak belajar pertama dari orang tua mereka. Orang tua yang menyimpan waktunya sebagian besar pada anak mereka akan lebih mengenali minat-minat anak dan bereaksi dengan memberikan kesempatan pengayaan pendidikan pada anak. Dianjurkan agar orang tua membacakan untuk anak, meskipun anak telah mampu membaca sendiri. Di usia yang dini, orang tua dapat membantu anak menemukan minat-minat pribadi anak dengan mengekpose minat anak dan mendorong agar anak mau mempelajari beraneka ragam bidang seperti seni, alam, musik, museum, dan olahraga.
Dalam situasi normal keluarga (ayah dan ibu), berbagai variasi bentuk dan besar kecilnya stimulus dapat mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Leon Yarrow, Judy Rubinstein dan Frank Pedersen menemukan bahwa besar kecilnya dan berbagai variasi bentuk stimulus seperti sikap membelai, mengajak berbicara, menarik perhatian, dan bentuk stimulus yang lain sudah dapat diterima secara positif oleh anak berusia lima bulan. Perkembangan respons sosial bayi pada saat berbicara, membelai adalah sesuatu yang penting.[2]
Di tengah dunia yang super sibuk saat ini, banyak keluarga yang telah meninggalkan atau menghilangkan sama sekali kebiasaan-kebiasaan keluarga yang sangat bermanfaat bagi seluruh anggota keluarga, baik bagi anak-anak maupun bagi orang tua. Salah satu kebiasaan penting yang telah ditinggalkan oleh banyak keluarga padahal sangat bermanfaat bagi kebahagiaan keluarga adalah waktu makan malam bersama.
Banyak penelitian membuktikan bahwa keluarga yang sering meluangkan waktu untuk makan malam bersama minimal lima kali dalam seminggu, akan mengurangi secara drastis kecenderungan anak-anak untuk mengkonsumsi alkohol, merokok dan menggunakan obat-obat terlarang. Sebaliknya keluarga yang meluangkan waktu untuk makan malam bersama kurang dari tiga kali dalam seminggu akan meningkatkan resiko tiga kali lebih besar bagi anak-anak untuk mengkonsumsi alkohol, merokok dan menggunakan obat-obat terlarang.
Makan bersama tak hanya sekedar urusan rutinitas untuk mengisi perut. Ada banyak detail menarik lain yang bisa disajikan dari kebersamaan di meja makan ini. Sejumlah penelitian telah banyak menfokuskan pada sisi manfaat kegiatan makan bersama, baik dari aspek nutrisi maupun aspek psikologi dan aspek kehidupan sosial seluruh anggota keluarga.
Sebuah riset terbaru yang diterbitkan oleh The National Center on Addiction and Substance Abuse di Columbia University melaporkan bahwa adanya hubungan positif antara kegiatan makan bersama dan sejumlah kenakalan remaja, termasuk masalah penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan minuman keras serta merokok pada anak-anak.[3]
"Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa anak-anak yang lebih sering makan malam dengan orang tua mereka memiliki kemungkinan kecil untuk merokok, minuman keras, dan menggunakan obat-obatan terlarang," kata Joseph Anthony Califano, Direktur CASA.
Makan malam bersama keluarga merupakan kesempatan ideal untuk memperkuat ikatan antara seluruh anggota keluarga. Remaja yang lebih sering menghabiskan waktu makan bersama keluarga cenderung memiliki kedekatan yang lebih tinggi dengan kedua orang tua mereka. Ini menjadi kesempatan juga bagi orang tua untuk mendengarkan anak-anak mereka. Remaja yang lebih sering "curhat" saat makan bersama inilah yang memiliki kecenderungan untuk tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan berbagai kenakalan remaja lainnya.
Sebelumnya, sebuah penelitian di University of Illinois juga mengaitkan antara makan bersama dengan kecerdasan anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak usia 7-11 tahun yang mendapatkan nilai buruk pada tes di sekolah mereka cenderung jarang terlibat dalam makan besama keluarga. Anak prasekolah yang makan bersama keluarga juga memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Saat makan bersama, percakapan antara anggota keluarga membantu anak memiliki keterampilan berkomunikasi yang lebih baik dan tata krama yang jauh lebih baik.[4]
Tak hanya itu, jurnal Archieves of Pediatrics & Adolescent Medicine edisi Agustus 2004 juga melansir survei yang dilakukan oleh University of Minnesota tentang hubungan makan keluarga dengan asupan gizi yang lebih baik, termasuk penurunan risiko praktik pengendalian berat badan. Riset ini didukung dengan temuan dari penelitian Harvard. Hal ini menujukan bahwa mereka yang sering terlibat dalam kegiatan makan keluarga memiliki komposisi gizi yang lebih seimbang dibandingkan dengan anak yang tidak makan bersama. Konsumsi zat gizi anak yang tidak makan bersama cenderung tidak seimbang dengan lemak yang jauh lebih tinggi. Jadi masihkah Anda berpikir untuk absen makan bersama keluarga hari ini?
Sesuatu yang sepertinya sepele,seperti makan malam bersama,ternyata membawa dampak dan manfaat yang luar biasa bagi orang tua dan anak-anak. Tidak hanya baik untuk menjalin komunikasi, makan malam bersama juga terbukti dapat menghindarkan remaja dari perilaku buruk. Semakin meningkatnya aktivitas anak sepulang sekolah dan panjangnya jam kerja orang tua, membuat keluarga di zaman modern saat ini semakin sulit untuk mendapatkan waktu yang berkualitas.
Mencuri waktu untuk berkumpul, berkomunikasi, dan berbagi cerita setiap harinya, seperti saat makan malam misalnya, sepertinya selalu gagal diwujudkan. Padahal, banyak pakar kesehatan dan psikologi yang menyatakan bahwa makan malam bersama dalam sebuah keluarga dapat memberikan atmosfer positif untuk tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun psikis. Bahkan, tidak hanya memperbaiki kesehatan gizi dan mental anak, makan malam terbukti dapat menghindarkan remaja dari perilaku buruk.
Sebuah studi terbaru menunjukkan, remaja yang jarang makan malam bersama keluarga secara rutin memiliki kemungkinan lebih besar terjebak dalam penyalahgunaan narkoba, alkohol, atau menjadi perokok, dibanding dengan remaja yang sering menghabiskan waktu makan malam dengan orang tua mereka.
Hasil penelitian juga menyatakan, 72% dari remaja berpikir makan malam dengan orang tua mereka secara teratur sangat atau cukup penting. Lalu, remaja yang melakukannya kurang dari tiga kali per minggu, dua kali lebih mungkin untuk mengonsumsi ganja atau obat resep lain yang akan mereka gunakan untuk mabuk, dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang makan malam sebanyak 5-7 hari seminggu.[5]
Selain dari beberapa penelitian diatas ada lagi sebuah penelitian yang membuktikan bahwa anak-anak yang sering makan malam bersama keluarganya berkembang jauh lebih positif dari pada ana-anak yang jarang atau tidak tidak pernah makan malam bersama keluarga.
Orang tua masa kini makin sibuk, sehingga tradisi makan malam bersama keluarga juga cenderung ditinggalkan. Padahal, makin jarang anda makan malam bersama keluarga, terutama bersama anak-anak, makin kecil juga kesempatan anda mengajarkan banyak hal kepada mereka. Paling tidak, begitulah hasil penelitian Michael Schwartzchild yang dipublikasikan dalam Professional Psychology: Research and practice.[6] Apa saja yang tidak didapat anak anda tiap kali anda absent dari meja makan?
Menurut Schwartzchild banyak sekali. Pertama, soal sopan santun di meja makan. Kurangnya perilaku kurang tepat di meja makan, walau mungkin anda pikir tak penting benar, bisa menghambat kehidupan sosial putra-putri anda secara tak langsung. Bayangkan akibatnya jika anak anda bertamu ke rumah teman, paman atau bibinya dan makan malam di sana. Komentar tak enak yang mungkin yang didengarnya bisa membuatnya rendah diri.
Kedua, inteligensi dan lain-lain. Yang mengejutkan, kurangnya frekuensi anak makan malam bersama orang tua mempengaruhi beberapa aspek inteligensinya secara umum. Schwartzchild menunjukkan bahwa anak yang frekuensi makan malam bersamanya tinggi, memiliki kosa kata lebih banyak, kemampuan berbahasa lebih baik, dan skor kemampuan berprestasi yang lebih tinggi dibanding anak yang jarang makan malam bersama keluarganya. Dengan kata lain, dalam beberapa aspek kecerdasan umum, anak yang lebih sering makan malam bersama orang tuanya cenderung lebih cerdas.
Schwartzchild juga menemukan bahwa makin sering suatu keluarga makan bersama, makin kecil kemungkinan anak-anaknya akan bermasalah dengan kehidupan sosialnya di masa depan. Anak-anak yang kurang menikmati kebersamaan saat makan malam lebih cenderung menggunakan obat terlarang ketika ia menginjak remaja. Mereka juga lebih rentan mengalami depresi, dan mengalami gangguan hubungan interpersonal dengan teman-teman sebayanya. Di sekolah mereka juga sering menjadi murid yang tak termotivasi.
Ketiga, komunikasi. Kalau anda membaca akibat kurangnya kebersamaan saat makan malam, anda tentu berpikir betapa hebat efek kegiatan keluarga yang tanpak sepele tersebut terhadap perkembangan kepribadian maupun kecerdasan seorang anak. Terjalinnya komuniokasi yang hangat antar anggota keluarga adalah kunci dari semua efek positif.
Oleh karena itu, dari beberapa hasil penelitian di atas dan juga pendapat dari para tokoh yang mengatakan bahwa makan malam bersama keluarga sangat erat pengaruhnya dalam meningkatkan inteligensi anak, sangatlah penting dan menarik bagi saya untuk membuktikan benar tidaknya pendapat-pendapat tersebut. Maka dari itu, untuk membuktikan hal itu semua saya akan melakukan penelitian di salah satu Yayasan, yaitu di TPQ Nuril Iman Kebonsari LVK Surabaya, dengan judul “Pengaruh Makan Malam Bersama Keluarga Terhadap Inteligensi Anak Di TPQ Nuril Iman Surabaya”.


  1. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang di atas maka saya merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah pengaruh makan malam bersama keluarga terhadap inteligensi anak di TPQ Nuril Iman?
2.      Adakah pengaruh positif makan malam bersama keluarga terhadap Inteligensi anak di TPQ Nuril Iman?
3.      Seberapa besar pengaruh makan malam bersama keluarga terhap Inteligensi anak di TPQ Nuril Iman?


  1. TUJUAN PENELITIAN
Dengan melihat rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah :
    1. Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh makan malam bersama keluarga terhadap inteligensi anak di TPQ Nuril Iman
    2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif makan malam bersama keluarga terhadap Inteligensi anak di TPQ Nuril Iman
    3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh makan malam bersama keluarga terhap Inteligensi anak di TPQ Nuril Iman



  1. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
    1. Untuk mendukung pendapat-pendapat dari para peneliti terdahulu yang mengatakan bahwa makan malam bersama keluarga sangat mempengaruhi terhadap inteligensi anak
    2. Sebagai sumbang pikiran dan pengembangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam disiplin ilmu Psikologi


  1. KAJIAN PUSTAKA
1.      Pengertian Makan Malam
Makan malam adalah waktu untuk makan di malam hari. Bergantung pada daerah dan budaya, makan malam bisa menjadi waktu makan ke-2 maupun ke-3 dalam sehari. Makan malam paling sederhana khasnya terdiri atas daging, ikan, unggas, atau makanan utama tinggi protein lain, disajikan dengan 1 atau 2 sayuran dan/atau dengan sereal atau butir padi - khasnya roti, namun kentang, nasi, pasta, dan mie juga umum. Salah satu atau seluruh komponen tersebut dapat disajikan dengan kuah atau saus yang panas atau dingin.[7]
Pada masa lalu, manusia kemungkinan menghabiskan waktu pagi mereka dengan menyediakan 1 makanan utama hari itu. Bagian terbesarnya telah dimakan di siang hari, setelah itu manusia tidur sejenak. Sisanya dapat dimakan untuk malam hari dan/atau untuk sarapan esok hari.
Dalam beberapa budaya, makan malam amat penting.
2.      Pola Makan Sehat
Pola makan dapat diartikan suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Jadi pola makan juga ikut menentukan kesehatan bagi tubuh kita.
Nutrisi sangat berguna untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. Selain karena faktor kekurangan nutrisi, akhir-akhir ini juga muncul penyakit akibat salah pola makan seperti kelebihan makan atau makan makanan yang kurang seimbang. Bahkan, kematian akibat penyakit yang timbul karena pola makan yang salah / tidak sehat belakanan ini cenderung meningkat. Penyakit akibat pola makan yang kurang sehat tersebut diantaranya diabetes melitus, hiperkolesterolemia, penyakit kanker, penyakit arteri koroner, sirrhosis, osteoporosis, dan beberapa penyakit kardiovaskuler.
Untuk menghindari penyakit-penyakit akibat pola makan yang kurang sehat, diperlukan suatu pedoman bagi individu, keluarga, atau masyarakat tentang pola makan yang sehat. Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa pola makan itu dibentuk sejak masa kanak-kanak yang akan terbawa hingga dewasa. Oleh karena itu, untuk membentuk pola makan yang baik sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak. Namun sebagai orang tua harus mengetahui bagaimana kebiasaan dan karakteristik anaknya.
Agar pola makan anak dapat terbentuk dengan baik, berikut ini disampaikan tips membentuk dan menjaga pola makan yang sehat :
Ø      Jangan memberikan makanan lain sebelum anak makan makanan utama (pagi, siang, sore/malam);
Ø      Jangan mulai membiasakan anak mengkonsumsi makanan pembuka atau selingan yang tinggi kalori (manis);
Ø      Mengusahakan anak mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna tiap hari;
Ø      Membiasakan menu bervariasi, sehingga anak terbiasa dengan bermacam cita rasa;
Ø      Membiasakan anak makan pada tempat yang semestinya (ruang makan atau duduk di kursi makan);
Ø      Jangan membiasakan anak makan sambil digendong, berjalan-jalan di depan rumah, dan sebagainya;
Ø      Memberi contoh positif dengan menghentikan kebiasaan jajan orang tua;
Ø      Membiasakan anak makan pagi agar dapat menghindarkan kebiasaan jajan;
Ø      Jangan mulai menuruti semua permintaan anak terhadap makanan kecil;
Ø      Kalau tidak terpaksa, jangan membiasakan anak makan makanan siap saji karena gizi makanan ini kurang seimbang (terlalu banyak lemak dan kalori);
Ø      Mengembangkan sikap tegas, terbuka, dan logis ketika menolak permintaan anak dengan mencoba memberikan alternatif;
Ø      Membiasakan menanyakan pendapat anak seperti menanyakan mau makan apa hari ini. Ini merupakan awal proses pendidikan agar anak dapat memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya;
Ø      Menyediakan wadah makan yang menarik sesuai ketertarikan anak, misalnya dunia binatang, boneka, bunga, robot, pesawat terbang dan lain-lain;
Ø      Mengusahakan agar siapa saja yang menemani anak makan mempunyai koleksi cerita-cerita menarik yang bisa memikat anak.
3.      Etika Dalam Makan
Menurut ahli perkembangan anak Elizabeth Donovan MA, “Mengajarkan etika meja makan pada anak dimulai dari saat mereka bisa mengambil makanan sendiri. Saat usianya bertambah, penting sekali bagi orangtua untuk melanjutkan etika makan karena ini membantu anak-anak membangun kemampuan sosial dan rasa percaya dirinya.”[8]
Berikut beberapa poin penting dalam etika makan untuk si kecil sesuai perkembangan usia.
ü      Untuk anak baru belajar jalan
Selalu ajarkan mereka untuk mencuci tangan sebelum makan, katakan “tolong” saat memintanya makan dan “terima kasih” saat ia bisa menghabiskan makanannya, dan jangan memberikan makanan ke piringnya dengan cara kasar.
ü      Untuk anak-anak prasekolah
Saat si kecil tumbuh besar, kemampuan mereka untuk menaati peraturan akan semakin besar. Aturan untuk anak prasekolah, di antaranya:
1. Saat makan di meja makan, gunakan alat makan, bukan telanjang tangan.
2. Makan setelah seluruh anggota keluarga mengambil makanan.
Pastikan anak bisa menjaga pendapatnya tentang rasa makanan yang kurang lezat yang disuguhkan tuan rumah. Yang ini biasanya sulit, biasanya anak berkomentar secara spontan.
ü      Untuk anak usia sekolah
Saat anak sudah menduduki bangku taman kanak-kanak ataupun sekolah dasar, beberapa etika makan yang sebaiknya mereka patuhi, di antaranya:
1.      Jangan membawa mainan atau buku ke atas meja makan.
2.      Duduk manis di bangku
3.      Ambil makanan dalam porsi kecil dan kunyah makanan dalam keadaan mulut tertutup
4.      Jangan menyeruput makanan atau minuman
5.      Buka serbet makan di pangkuan dan gunakan untuk membersihkan mulut usai makan.
6.      Gunakan garpu dan pisau (pisau mentega untuk anak lebih mudah) untuk memotong makanan
7.      Letakkan piring di dapur atau bak cuci piring usai makan
Untuk bisa mematuhi peraturan makan, si kecil perlu mendapat penjelasan apa itu etika meja makan. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Cara pertama, mulailah dengan konsep umum tentang etika dan perilaku. Bisa dilakukan ketika makan malam bersama  keluarga besar karena ini waktu makan yang biasanya bisa bareng seluruh anggota keluarga. Kedua, beritahu mereka perilaku mana yang harus dijauhi. Ketiga, ajarkan lewat contoh yang Anda tunjukkan saat makan bersamanya. Dan terakhir, berikan pujian atas kedisiplinannya terhadap etika meja makan yang telah Anda sampaikan.
4.      Pengertian Inteligensi
Menurut banyak ahli psikologi kecerdasan merupakan sebuah konsep yang bisa diamati tetapi menjadi hal yang paling sulit untuk didefinisikan. Di dunia saat ini terdapat banyak konsep tentang kecerdasan, dan masing-masing ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda tentang kecerdasan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa pandangan para ahli tentang hakekat kecerdasan itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dasar yang paling sederhana dari inteligensi itu sendiri adalah “kecerdasan”.[9]
Sedangkan menurut dari para ahli tokoh psikologi inteligensi mempunyai banyak ragam pengertian, seperti di bawah ini.
Dalam buku yang berjudul Human Ability, Spearman dan Wynn Jones mengemukakan adanya suatu konsepsi lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal fikiran manusia dengan gagasan abstrak yang universal, untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa Yunani disebut nous, sedangkan penggunaan kekuatan termaksud disebut noesis. Kemudian kedua istilah tersebut dalam bahasa latin dikenal sebagai intelectus dan intelligentia. Pada gilirannya, dalam bahasa Inggris masing-masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Ternyata, transisi bahasa tersebut membawa pula perubahan makna. Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia kita disebut inteligensi, semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, akan tetapi kemudian diartikan sebagai suatu kekuatan lain (Spearman dan Wynn Jones, 1951).[10]
Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gambaran tentang anak yang berinteligensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan di kelasnya. Bahkan gambaran ini meluas hingga citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih, berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkaca mata. Sebaliknya, gambaran anak yang berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi belajarnya rendah, mulut lebih banyak menganga disertai tatapan mata bingung.
Pandangan awam sebagaimana digambarkan di atas, walaupun tidak memberikan arti yang jelas tentang inteligensi namun pada umumnya tidak berbeda jauh dari makna inteligensi sebagaimana yang dimaksudkan oleh para ahli. Apapun definisinya, makna inteligensi memang mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan.
Definisi dari masing-masing ahli dan pengikutnya memank tidak selalu mengandung perbedaan arti yang tajam walaupun memperlihatkan adanya sisi pandang yang berbeda. Beberapa ahli psikologi bahkan lebih suka memusatkan perhatian pada masalah perilaku inteligen dari pada membicarakan batasan inteligensi itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa inteligensi merupakan status mental yang tidak memerlukan definisi, sedangkan perilaku inteligen lebih kongkrit batasan dan ciri-cirinya sehingga lebih berguna untuk dipelajari. Dengan melakukan identifikasi terhadap cirri-ciri dan indicator-indikator perilaku inteligen maka dengan sendirinya pula definisi inteligensi akan terkandung di dalamnya.
Alfred Binet merupakan tokoh perintis pengukuran inteligensi, menjelaskan bahwa inteligensi merupakan :
a.       kemampuan mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, artinya individu mampu menetapkan tujuan untuk dicapainya (goal-setting).
b.      Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila dituntut demikian, artinya individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu (adaptasi).
c.       Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan auto kritik, artinya individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya atau mampu mengevaluasi dirinya sendiri secara objektif.
Sedangkan David Wechsler memandang inteligensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan individu untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Wechsler, 1958).
George D. Stoddard mendefinisikan inteligensi sebagai bentuk kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan :
a.   Kesukaran
b.  Kompleks, yang mengandung berbagai macam jenis tugas yang harus dapat diatasi dengan baik dalam arti bahwa individu yang cerdas mampu menyerap kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuannya yang sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah.
c.   Abstrak, yaitu mengandung simbol-simbol yang memerlukan analisis dan interpretasi.
d.  Ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang efisien dari segi penggunaan waktu.
e.   Diarahkan pada suatu tujuan, yaitu tindakan yang mengandung tujuan yang berharga.
f.    Mempunyai nilai sosial, yaitu cara dan hasil pemecahan masalahnya dapat diterima oleh nilai dan norma sosial.
g.   berasal dari sumbernya, yaitu pola pikir yang membangkitkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru dan lain (Azwar, 1997).
Sedangkan Walters dan Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu (Sternberg, 1997).
Edward Lee Thorndike menformulasikan teori tentang inteligensi menjadi tiga bentuk kemampuan, yaitu :
                                       i.      Kemampuan abstraksi, yaitu bentuk kemampuan individu untuk bekerja dengan menggunakan gagasan dan symbol-simbol.
                                     ii.      Kemampuan mekanika, yaitu suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk bekerja dengan menggunakan alat-alat mekanis dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan aktivitas gerak.
                                    iii.      Kemampuan sosial, yaitu suatu kemampuan untuk menghadapi orang lain di sekitar diri sendiri dengan cara-cara yang efektif.
Ketiga bentuk kemampuan ini tidak terpisah secara ekslusif dan juga tidak selalu berkorelasi satu sama lain dalam diri sendiri. Ada kelompok individu yang menonjol pada kemampuan abstrak, dan ada pula kelompok individu yang menonjol pada kemampuan mekanika (Azwar, 1997).
Raymond Bernard Cattell mengklasifikasikan kemampuan mental menjadi dua macam, yaitu inteligensi fluid yang merupakan factor bawaan biologis, dan inteligensi crystallized yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan dan kebudayaan dalam diri seseorang (Stoddard, 1949). Inteligensi crystallized dapat dipandang sebagi endapan pengalaman yang terjadi sewaktu inteligensi fluid bercampur dengan apa yang dapat disebut inteligensi budaya. Inteligensi crystallized akan meningkat kadarnya dalam diri seorang seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimilikimoleh individu (Azwar, 1997).
Sedangkan inteligensi fluid lebih merupakan kemampuan bawaan yang diperoleh sejak kelahirannya dan lepas dari pengaruh pendidikan dan pengalaman. Inteligensi dapat dipandang sebagai factor yang tak berbentuk, mengalir ke dalam berbagai kemampuan intelektual individu. Menurutnya inteligensi fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 tahun atau 15 tahun, sedangkan inteligensi crystallized masih dapat terus berkembang sampai usia 30-40 tahun bahkan lebih.
Howard Gardner (1983), meyakini bahwa ada setidaknya delapan kecerdasan yang dimiliki setiap manusia. Semua itu bisa diasah melalui permainan.[11]
1.                  Kecerdasan Linguistik
Kemampuan linguistik anak mulai bisa diajarkan pada usia tiga bulan. Mulailah dengan menirukan suara-suara yang keluar dari si bayi. Seringlah mengajaknya berkomunikasi walau dia belum bicara. Menginjak usia enam bulan, mulailah membacakan cerita untuk si kecil.
Selanjutnya, ajaklah anak bermain dengan permainan yang bersuara, seperti telepon-teleponan yang bisa mengeluarkan suara, sehingga anak tertarik mendengarkan dan memainkan. Pada usia tiga tahun, kecerdasan linguistik bisa diasah dengan memberikan buku yang memiliki teks bagi anak yang sudah bisa membaca. Bacakan cerita pada anak yang lebih kecil, ajak anak menceritakan pengalamannya. Anda juga bisa mulai membiasakan si kecil menemukan simbol-simbol di sepanjang perjalanan.
2.                  Kecerdasan Logis-Matematik
Pada usia enam bulan, kemampuan logi-matematis sudah bisa diajarkan. Caranya, berikan beberapa benda yang sama pada anak. Misalnya bola. Lalu sambil memberikan pada anak, kita mulai menghitung "satu dua".
Anak mulai dikenalkan pada konsep angka. Lalu menginjak usia sembilan bulan, ajari si kecil menyusun urutan balok. Di atas usia satu tahun, mulailah mengajaknya bermain puzzle sederhana (kurang dari 10 keping). Anda juga bisa mengajaknya bermain balok membentuk bangunan.
3.                  Kecerdasan Dimensi-Ruang (spatial)
Mengasah kemampuan spasial dan kinetik bahkan bisa dilakukan sejak bayi. Perdengarkan sumber suara, misalnya kerincingan, suara ibu atau ayah. Biarkan bayi mencari sumber suara. Semakin bertambah usia, semakin variatif juga metode permainannya.
Menginjak usia enam bulan, Anda bisa mengajaknya bermain dengan benda bergerak. Berikan mainan yang bisa bergerak, seperti mobil-mobilan. Jalankan mobil tersebut, biarkan bayi Anda bergerak mengikuti arah mobil.
Anda bisa memberikan wadah berisi biskuit kecil untuk anak yang lebih besar dan sudah tumbuh gigi. Biarkan anak untuk mencoba mengambil dan belajar memasukkan ke mulut. Anak yang sudah diberikan makanan pendamping ASI dan sudah mulai bisa duduk, ada baiknya juga didudukkan di kursi makan bayi (high chair), sehingga bisa belajar duduk baik.
4.                  Kecerdasan Musikal
Kecerdasan yang satu ini juga bisa mulai diberikan sejak bayi lahir. Perdengarkan musik bagi bayi Anda. Bunyi-bunyian yang memiliki ritme tetap, juga akan membantu anak untuk belajar memahami bunyi. Pada tahap selanjutnya, asah kemampuan musik si kecil dengan memperdengarkan musik atau lagu-lagu.
5.                  Kecerdasan Kelincahan Tubuh (kinestetik)
Menunjukkan kemampuan anak di dalam aktivitas olahraga, atletik, menari dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kelincahan tubuh. Anak mempunyai kemamapuan lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain dalam kegiatan-kegiatan yang menuntut kelincahan tubuh seperti aktivitas olahraga, senam, atau aerobic. Anak-anak yang tinggi inteligensi kelincahan tubuh ini akan menjadi olahragawan terkenal, penari termasyhur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar