Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Psikologi
Klinis”
Disusun
oleh:
Lilin Nur Indah Sari B07210048
Moh. Antoso B07210076
Anisa Gardiah Yuniarti B07210083
Dosen Pembimbing :
Zaky Nur Fahmawati, S.Psi, M. Psi, Psi
PRODI
PSIKOLOGI
FAKULTAS
DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Down syndrome adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom. Down syndrome dinamai sesuai nama dokter
berkebangsaan Inggris bernama Langdon Down, yang pertama kali menemukan
tanda-tanda klinisnya pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika
Perancis Jerome Lejeune dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya.
Manusia secara normal memiliki 46
kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu.
Para individu yang mengalami down syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom,
bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom
21, yaitu kromosom terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma,
akan terdapat kromosom 21 yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome
bukanlah suatu penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam
kandungan.
Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang berusia di bawah 30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia di atas 30 tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100 bayi, dan pada usia 50 tahun, hampir 1 dari 10 bayi. Risiko terjadinya down syndrome juga lebih tinggi pada ibu yang berusia di bawah 18 tahun.
Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang berusia di bawah 30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia di atas 30 tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100 bayi, dan pada usia 50 tahun, hampir 1 dari 10 bayi. Risiko terjadinya down syndrome juga lebih tinggi pada ibu yang berusia di bawah 18 tahun.
Masalah ini penting, karena
seringkali terjadi di berbagai belahan dunia, sebagaimana menurut catatan
Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology (ICBB) Bogor, di Indonesia
terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down syndrome. Sedangkan angka
kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta
jiwa. Angka kejadian kelainan down syndrome mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di
Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini.
Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa. Dalam beberapa
kasus, terlihat bahwa umur wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya
down syndrome pada bayi yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30 tahun
melahirkan bayi dengan down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia kelahiran
adalah 35 tahun, kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan angka
kemungkinan munculnya down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat
melahirkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengetian Down
Syndrome
Down Syndrome adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom. Ahli pertama yang mengidentifikasikan
gangguan ini adalah John Langdon Down. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
terjadi mutasi gen pada kromosom 21, dimana terdapat tambahan bagian pada
kromosom tersebut. Jadi Down Syndrome adalah suatu keadaan fisik yang
disebabkan oleh mutasi gen ketika anak berada dalam kandungan
Menurut JW. Chaplin (1995), down
syndrome adalah satu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai
keterbelakangan mental, lidahnya tebal, dan retak-retak atau terbelah, wajahnya
datar ceper, dan matanya miring. Sedangkan menurut Kartini dan Gulo (1987),
down syndrome adalah suatu bentuk keterbelakangan mental, disebabkan oleh satu
kromosom tambahan. IQ anak down syndrome biasanya dibawah 50, sifat-sifat atau
ciri-ciri fisiknya adalah berbeda, ciri-ciri jasmaniahnya sangat mencolok,
salah satunya yang paling sering diamati adalah matanya yang serong ke atas.
Sedangkan, dari segi sitologi, down syndrome dapat dibedakan menjadi 2 tipe,
yaitu:
a.
Syndroma Down Triplo-21
atau Trisomi 21, sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penderita laki-laki=
47,xy,+21, sedangkan perempuan= 47,xx,+21. Kira-kira 92,5% dari semua kasus
syndrome down tergolong dalam tipe ini.
b.
Syndrome Down Translokasi,
yaitu peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan karena suatu
potongan kromosom bersambungan dengan potongan kromosom lainnya yang bukan
homolog-nya.
Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa down syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan
mental dan fisik yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Anak yang mengalami
down syndrome, biasanya memiliki IQ di bawah 50.
B.
Penyebab Down
Syndrome
Secara biologis down syndrome
terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom manusia. Pada
manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga jumlahnya
menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom nomor 21 tersebut berjumlah
tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom. Jumlah yang berlebihan
tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem metabolisme sel, yang akhirnya
memunculkan down syndrome.
Hingga saat ini, diketahui adanya
hubungan antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi. Yaitu semakin
tua usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan anak dengan down
syndrome.
Down syndrome juga disebabkan oleh
kurangnya zat-zat tertentu yang menunjang perkembangan sel syaraf pada saat
bayi masih di dalam kandungan, seperti kurangnya zat iodium. Menurut data badan
UNICEF, Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta poin Intelligence Quotient
(IQ) setiap tahun akibat kekurangan iodium. Faktor yang sama juga telah
mengakibatkan 10 hingga 20 kasus keterbelakangan mental setiap tahunnya.
Mutasi gen ini memiliki
kemungkinan paling besar terjadi pada kelahiran dimana usia ibu antara 40
sampai 50 tahun. Persentasenya sekitar 1.5 per 1000 kelahiran. Sampai saat ini
belum dikemukakan pengobatan yang efektif atas kejadian ini. Wanita dengan usia
diatas 35 tahun mempunyai kesuburan yang kurang dibandingkan dengan mereka yang
berusia 20 tahun, angka kesuburan semakin menurun dengan bertambahnya usia.
Wanita di atas 35 tahun juga lebih sering menderita keguguran dan melahirkan
bayi dengan berat badan kurang. Semakin tua seorang ibu semakin besar
kemungkinan hal ini terjadi. Tetapi timbulnya komplikasi yang serius relatif
kecil, terutama bagi mereka dengan kesehatan diri dan perawatan kesehatan yang
baik. Di dalam hal-hal yang diduga terdapat kemungkinan kelainan kromosom atau
keabnormalan.
C.
Ciri – Ciri Down
Syndrome
Ciri-ciri anak yang mengalami down
syndrome dapat bervariasi, mulai dari yang tidak nampak sama sekali, tampak
minimal, hingga muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang
mengalami down syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan mental dan
fisik.
Penderita syndrome down biasanya
mempunyai tubuh pendek dan puntung, lengan atau kaki kadang-kadang bengkok,
kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung
lebar dan datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua
mata, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang
oriental, iris mata kadang-kadang berbintik, yang disebut bintik “Brushfield”.
Berdasarkan tanda-tanda yang
mencolok itu, biasanya dengan mudah kita dapat mengenalnya pada pandangan
pertama. Tangan dan kaki kelihatan lebar dan tumpul, telapak tangan kerap kali
memiliki garis tangan yang khas abnormal, yaitu hanya mempunyai sebuah garis
mendatar saja. Ibu jari kaki dan jari kedua adakalanya tidak rapat. Mata,
hidung, dan mulut biasanya tampak kotor serta gigi rusak. Hal ini disebabkan
karena ia tidak sadar untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri.
D.
Terapi Anak Down
Syndrome
Terapi fisik yang digunakan untuk
menangani anak-anak yang mengatasi kelainan down syndrome adalah dengan terapi
treadmill, yaitu dengan cara melatih ibu atau pengasuh dan anak yang mengalami
down syndrome. Ibu atau pengasuh anak down syndrome dilatih bagaimana cara yang
tepat untuk melatih anak down syndrome agar dapat berjalan dan dapat melatih
keterampilan motoriknya, misalnya bagaimana cara memegang bayi, melatih anak
untuk duduk dan berjalan sendiri. Hal ini dilakukan karena anak-anak down
syndrome seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan motorik, seperti
terlambat berdiri dan berlari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Palisano, dkk membuktikan bahwa 73% dari anak-anak down syndrome baru mampu
berdiri pada usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada usia 24 bulan. Sehingga,
terapi treadmill ini dilakukan agar dapat membantu anak-anak down syndrome
dalam melatih keterampilan motoriknya.
Selain terapi fisik tersebut,
dapat pula dilakukan beberapa intervensi sebagai penunjang dalam membantu
perkembangan fisik dan psikologis anak-anak down syndrome, seperti intervensi
berupa special education, menerapkan pendidikan khusus bagi anak-anak down
syndrome, modifikasi perilaku, dan parenting skill bagi orang tua anak-anak
down syndrome. Sehingga dengan adanya terapi fisik dan intervensi tersebut,
diharapkan dapat membantu anak-anak down syndrome agar mereka dapat tetap
berkembang dengan optimal, dan dapat beraktivitas, meskipun tidak seperti
anak-anak normal lainnya.
BAB III
HASIL
OBSERVASI DAN WAWANCARA
A.
Hasil Observasi
Observasi
kami laksanakan pada hari kamis tanggal 08 november 2012 pukul 10.00 wib di SLB
Karya Asih JL. Margorejo Sawahan No.59E, dan memperoleh informasi-informasi
sebagai berikut:
1.
Identitas Pasien
Nama :
Aditya Priambodo
Tempat,
Tanggal Lahir : Madiun, 01
Februari 1998
Jenis
Kelamin : Laki -
laki
Agama : Islam
Urutan
Kelahiran : Anak pertama
dari tiga bersaudara
Tingkat
pendidikan : SD Kelas 6 A
2.
Gambaran Umum Klien
SLB Karya
Asih merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menangani anak dengan
gangguan psikologis. Lembaga ini terletak di jl. Margerejo sawahan no. 59 E. Di
lembaga inilah kami melakukan penelitian yang berbentuk observasi dan
wawancara. Kami bertemu dengan subjek melalui perantara kepala sekolah dan juga
guru. Subjek itu bernama Aditya Priambodo. Dia menderita down syndrome sejak
bayi. Dia sejak usia 5 tahun sampai
sekarang sudah dimasukkan orang tuanya di sekolah SLB Karya Asih.
Pertama
kali kita bertemu dengan subjek, dia sedang bermain dengan temannya dan kemudian
kami langsung menghampirinya dan mengajaknya untuk berkenalan. Ketika kami
mulai menanyakan tentang dirinya dia terlihat menunduk dan sesekali kedua
matanya melirik kami dengan malu-malu sambil memberikan senyuman. Selain itu ia
juga menunjukkan reaksi yang berbeda dengan anak normal ketika berhadapan dengan
orang yang baru dia kenal.
Setelah
itu kami menuju ruangan kelasnya yang didampingi dengan gurunya. Kondisi ruang
kelas saat itu sangat panas karena luasnya tidak seperti kelas yang pada umumnya.
fasilitas kelas hanya tersedia satu kipas angin kecil, empat meja, empat kursi,
dan satu meja tempat untuk mainan. Di kelas subjek terlihat duduk sambil
menundukkan kepalanya dan memainkan jari kedua tangannya.
3.
Gambaran Fisik
Pada
saat pertama kali bertemu dengan klien, klien kami sedang makan jajan dan
ditangan kanannya memegang es. Penampilan dia rapi, dan dia memiliki ciri-ciri
fisik diantaranya bentuk kepalanya yang relative kecil dengan bagian belakang
yang mendatar atau peang, dia memakai kaca mata dan matanya terlihat sipit,
bentuk hidung lebar dan datar, mulutnya selalu terbuka dan ujung lidahnya
terlihat besar. Rambutya hitam pendek dan bagian depan agak menguncung kedepan,
tangan dan kaki klien terlihat lebar dan tumpul, susunan gigi klien yang tidak
beraturan, kulitnya putih. Klien suka menundukkan kepalanya sambil memaikan
jari-jari tangannya.
Berat
badan klien 50 kg dan tinggi 155, dari segi pakaian klien termasuk bersih dan
rapi sesekali ada jatuhan jajan di bajunya dia dengan segera mengibas kotoran
itu dengan tangannya.
B.
Hasil Wawancara
1.
Wawancara dengan Guru Pengasuh di sekolah
Dari hasil wawancara kami dengan guru pengasuh pada hari kamis
tanggal 08 november 2012 diperoleh hasil bahwa klien mengalami mengalami
gangguan down syndrome sejak lahir. Adapun kemampuan yang dimiliki klien kami
sebagai berikut :
a.
Belum
bisa mengenal huruf dan angka
b.
Hanya
bisa menghitung angka 1 – 5
c.
Hanya
bisa menulis jika diberi contoh.
d.
Mengalami
gangguan penglihatan ( minus sejak 2 tahun yang lalu )
e.
Cara
memegang pensil ataupun alat tulis lainnya masih kaku
f.
Dapat
mengenali namanya sendiri.
g.
Sudah
bisa mandiri. Contohnya bisa mandi sendiri, buang air besar dan kecil tanpa
bantuan orang lain, bisa memakai pakaian sendiri, makan tanpa disuapin, beli
jajan sendiri jika di sekolah.
h.
Mudah
diajak bicara
i.
Kemauannya
harus selalu dituruti, jika tidak ia
akan menangis
j.
Ketika
belajar terkadang mudah memahami dan terkadang juga sangat sulit untuk memahami.
k.
Berbicaranya
kurang lancar
l.
Belum
mengenal mata uang
m.
Mengerti
nama hewan dan faham suara hewan
Selain
memiliki kemampuan di atas, guru pengasuh juga menjelaskan bahwasannya klien
suka berjoged, menyanyi dan juga menggambar. Ketika klien sudah merasa bosan
dengan pelajaran yang diberikan oleh guru pengasuhnya. Guru pengasuh itu member
dia mainan. Dan mainan yang disukai klien adalah bermain puzzle. Dia paling
jago bermain puzzle diantara teman-teman di kelasnya. klien juga tergolong anak
yang penurut setiap guru pengasuhnya memerintahkan untuk melakukan sesuatu dia
langsung melakukannya. Menurut pemaparan guru pengasuhnya klien masih belum
bisa membaca dan mengenal warna. Ketika dia diajak berkomunikasi, diaberpikir
lama terlebih dahulu sebelum dia mengungkapkan apa yang ingin dia sampaikan.
2.
Wawancara dengan orang tua
Berdasarkan hasil wawancara kami dengan orang tua klien pada hari
selasa tanggal 13 november 2012 di rumah klien tepatnya di daerah Wonocolo Gg.
8 No. 55 diperoleh informasi bahwa selama kehamilan klien kami. Ibunya tidak
mengalami keluhan dan gangguan-gangguan selama kehamilan. Setelah melahirkan
orang tuanya belum menyadari bahwa anaknya mengalami gangguan down syndrome
karena klien adalah anak pertama di keluarga itu. Meskipun mereka menyadari
bahwa anaknya mengalami keterlambatan dalam semua perkembangan motoriknya
mereka hanya mengira keterlambatan itu adalah keterlambatan yang wajar. Klien
baru bisa berjalan di usia 2 tahun setengah. Pada waktu itu orang tuanya
membawa dia kerumah sakit dr.Soetomo untuk terapi balon yaitu terapi agar bisa
berjalan. Klien di bawa dua kali terapi namun karena keterbatasan biaya maka
klien tidak dibawa lagi keterapi oleh orang tuanya dan hanya dilatih sendiri
oleh ibunya dirumah.
Selain itu, ibunya juga menceritakan bahwa klien sangat dekat
ayahnya. Jika ayahnya pulang kerja klien suka bermanja-manjaan dengan ayahnya.
Meskipun dia memiliki keterbatasan tapi dia juga bisa membantu pekerjaan rumah
seperti melipat baju. Ibunya juga mengatakan bahwa dia juga anak yang penurut,
pada saat dia dirumah sendiri ibunya menyuruh dirumah saja dan pintu rumahnya
di kunci. Dia menjalakan dengan baik perintah ibunya tadi. Dia tidak keluar
rumah sampai ibunya dating. Ibunya juga mengatakan bahwa dia juga egois, kemaunna
harus dituruti kalau tidak dituruti dia menangis.
Kebiasaan dia dirumah menonton tv, memutar music dangdut dan
berjoget, bermain dengan adiknya, suka menggambar kartun komik punya adiknya.
Kata ibunya klien juga anak yang mudah bergaul dengan teman-temannya. Setiap
klien mendengar suara adzan, dia suka memerintah adiknya, ayahnya dan ibunya
untuk bergegas shalat.
Selain itu klien juga suka makan, dan ibunya sangat memperhatikan
pola makan dia karena ibunya takut kalau dia kelebihan berat bada (obesitas).
ibunya mengatakan kalau dia tidak suka dengan kebiasaan klien yang suka
“nggereng” (mengeluarkan suara aneh dan berisik). Meskipun dia memiliki
kekurangan namun ornag tuanya tetap mengajarkan dia tentang agama yang mereka
anut. Klien biasanya di ajak shalat berjamaah dirumah dan belajar mengaji.
C.
Kasus
1.
Deskripsi Problem
Subjek
mengalami gangguan down sindrom sejak lahir. Oleh karena itu dilihat dari
secara fisik menunjukkan ciri – ciri yang sama dengan penderita down sindrom
lainnya. Gangguan down sindrom ini disebabkan oleh kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23
kromosom manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan
hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom nomor 21
tersebut berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47 kromosom.
Jumlah yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegoncangan pada sistem
metabolisme sel, yang akhirnya memunculkan down syndrome.
2.
Riwayat Problem
Klien menderita down sindron sejak lahir yang disebabkan oleh
kelainan susunan kromosom ke 21, dari 23 kromosom manusia. Sejak lahir sampai
klien berusia 2 tahun, Orang tuanya belum
mengetahui bahwa klien mengalami gangguan down syndrome. Kelainan
tersebut diketahui sejak klien mengalami batuk pilek. Pada waktu itu, klien di
bawa ke dokter spesialis anak, dan dokter mengatakan jika klien mengalami
gangguan down sindrom.
D.
Terapi
Klien
pernah di bawa orang tuanya ke RS. dr. Soetomo untuk terapi balon yaitu terapi
dengan menggunakan balon besar sehingga klien dapat meloncat-loncat diatas
balon tersebut. Namun terapi itu hanya dilakukan 2 kali saja karena biaya
terapinya mahal dan orang tuanya tidak sanggup. Kemudian orang tuanya
memutuskan untuk melatih sendiri dirumah. Selain usaha terapi fisik tersebut
orang tua juga memasukan dia ke sekolah luar biasa karya asih dengan tujuan
agar anaknya juga mengenal pendidikan dengan tujuan agar anaknya bisa
berkembang secara optimal dan dan dapat beraktivitas, meskipun tidak seperti
anak-anak normal lainnya.
Di
sekolah klien juga mendapatkan pelatihan dari guru pengasuhnya yaitu pelatihan
kemandirian. SLB Karya Asih lebih mengutamakan pendidikan kemandirian pada anak
didiknya agar bisa hidup mandiri dan tidak selalu merepotkan orang lain. Dan
dari pelatihan itu berdampak baik pada anak didiknya khusunya pada klien kami.
Klien kamki sudah bisa mandiri. Diantaranya, dia sudah bisa mandi sendiri,
makan sendiri, ke toilet sendiri dan juga bisa memakai baju seragamnya sendiri
sebelum dia berangkat kesekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar