Muhammad Antoso


Selamat Datang di Blogs Antok Pemuda Sumenep Semoga Bermanfaat

Jumat, 11 November 2011

HADITS-HADITS NABI TENTANG FENOMENA MIMPI


Makalah
HADITS-HADITS NABI TENTANG FENOMENA MIMPI
( Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tematik Psikologi )
Dosen Pembimbing:
H. Fahrur Razi, S.Ag, M.H.I
Disusun Oleh: Kelompok 12
Moh Antoso                  ( B07210076 )
Falihul Mubin               ( B07210071 )
Yupiter Daurio             ( B07210084 )

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS DAKWAH
IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Mimpi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Meski mimpi termasuk
Pengalaman pribadi, namun merupakan fenomena universal yang memainkan peranan
penting dalam pembentukan kebudayaan manusia. Mimpi merupakan suatu hal yang tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia. Baik manusia dalam bentuk kecil (anak-anak) atau dewasa, pejabat atau rakyat jelata, semuanya pernah mengalami mimpi. Karena mimpi tidak terlepas dari kehidupan manusia, maka ia mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan ini. Ada pengaruh positif, namun juga tidak sedikit pengaruh negatifnya.
Banyak orang mengatakan, mimpi bunga-bunga tidur yang tak perlu diyakini
kebenarannya. Namun, tak sedikit mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan dan benar
adanya. Dalam sejarah kehidupan umat manusia, banyak orang yang bermimpi dan meyakini kebenaran dari mimpi itu. Sebut saja, kisah Nabi Ibrahim AS yang menyembelih anaknya, Ismail. Namun kemudian, Allah SWT menggantinya dengan seekor domba untuk disembelih. Kisah ini kemudian diperingati sebagai momentum Idul Adha (Hari Raya Kurban).
Berikutnya adalah Nabi Yusuf AS yang bermimpi melihat 11 bintang, bulan, dan matahari yang bersujud kepadanya. Mimpi ini menjadi kenyataan ketika ia menjadi seorang bendaharawan Mesir. Saudaranya yang berjumlah 11 orang, ibu, dan ayahnya, Nabi Yakub AS, datang menghadapnya dan bersimpuh di hadapannya. Nabi Yusuf AS terkenal sebagai seorang ahli menafsirkan mimpi. Pada hakikatnya, mimpi adalah deretan dari gambaran mental yang saling bertalian dan berlangsung selama orang tidur. Mimpi hanya sebagai akibat dari pengaruh mekanisme fisik dan cermin dari gejala kejiwaan yang dialami seseorang semata.





1.2.            Rumusan Masalah
1.                  Apa pengertian dari mimpi?
2.                  Apa saja macam-macam dari mimpi?
3.                  Bagaimana tafsir mimpi dalam hadits?
4.                  Bagaimana definisi mimpi ditinjau dari segi psikologis?

1.3.            Tujuan
1.                  Mengetahui pengertian dari mimpi
2.                  Mengetahui macam-macam dari mipi
3.                  Mengetahui penafsiran mimpi dalam hadits
4.                  Mengetahui mimpi ditinjau dari segi psikologis

BAB II
PEMBAHASAN

1.                  Pengertian dari Mimpi

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia mimpi adalah sesuatu yang dialami seseorang pada waktu atau saat tidur.[1] Mimpi sering juga disebut dengan ar-ru’ya, dan juga hulm. Hanya saja ar-ru’ya biasanya dipakai untuk mimpi yang dialami oleh orang-orang shalih seperti halnya para Nabi. Mimpi merupakan aktifitas mental yang beroperasi ketika seseorang tidur. Dalamnya tidurnya itu dia melihat berbagai gambar atau kejadian. Bahkan terkadang dia juga turut aktif dalam banyak kegiatan di dalam mimpinya tersebut. Tidak jarang kejadian di dalam mimpi masih terekam dengan bagus setelah dia terjaga dari tidur. Namun kadang- kadang kejadian dalam mimpi juga sulit untk diingat kembali.
Mimpi yang dialami seseorang tidak jarang terlihat jelas dan mudah ditafsirkan. Namun terkadang mimpi seseorang terlihat samar dan sulit untuk ditafsirkan. Sejak dahulu banyak sekali pakar yang berusaha memikirkan masalah tafsir mimpi dan menyingkap makna yang berada dibaliknya. Bahkan menurut mereka, mimpi terjadi karena berbagai macam sebab. Ada mimpi yang muncul akibat sesuatu yang dipikirkan terlalu dalam oleh seseorang, sehingga dia tidur dengan membawa pengaruh pikiran tersebut.
 Mimpi terkadang merupakan letupan keinginan seseorang yang begitu besar dan belum sempat terpenuhi. Seringkali manusia memimpikan angan-angan dan keinginannya yang sangat sulit direalisasikan. Sekali waktu mimpi bisa menjadi solusi penengah bagi pertarungan motivasi seseorang yang sudah mencapai pada taraf menimbulkan rasa gelisah. Sementara solusi untuk sebuah problem yang muncul dalam mimpi biasanya terlihat samar. Berangkat dari pengertian mimpi seperti inilah Sigmund Freud menetapkan interpretasi mimpi dalam aliran Psikoanalisanya.[2]

Ayat al-Qu’an Karim telah mengisyaratkan adanya ru’ya dan adhghaatsul ahlaam ( mimpi yang sulit ditakwil ). Terkadang ru’ya merupakan mimpi yang bisa menyingkap misteri alam ghaib atau memberitahukan kejadian futuristic ( peristiwa di masa mendatang ). Berita ini memang sengaja diberitahukan oleh Allah. Biasanya ru’ya berupa perintah yang harus dilaksanakan oleh orang yang bermimpi, teristimewa kalau dia seorang Nabi. Sedangkan adhghaatsul ahlam merupakan mimpi yang sulit untuk ditafsirkan. Jenis mimpi inilah yang banyak sekali dikaji oleh para psikolog modern, khususnya mimpi yang memunculkan symbol-simbol dan baru bisa dipahami setelah dianalisis dengan seksama.
Al-Qur’an banyak sekali menyebutkan ru’ya yang dialami oleh para Nabi. Misalnya keterangan tentang ru’ya Nabi Ibrahim yang diperintah untuk menyembelih putranya yang bernama Isma’il. Ru’ya jenis ini termasuk wahyu yang diberikan Allah kepada Nabi-Nya, yakni wahyu untuk melaksanakan sebuah perintah.[3] Allah berfirman,

$¬Hs>sù x÷n=t/ çmyètB zÓ÷ë¡¡9$# tA$s% ¢Óo_ç6»tƒ þÎoTÎ) 3ur& Îû ÏQ$uZyJø9$# þÎoTr& y7çtr2øŒr& öÝàR$$sù #sŒ$tB 2ts? 4 tA$s% ÏMt/r'¯»tƒ ö@yèøù$# $tB ãtB÷sè? ( þÎTßÉftFy bÎ) uä!$x© ª!$# z`ÏB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÉËÈ   !$£Jn=sù $yJn=ór& ¼ã&©#s?ur ÈûüÎ7yfù=Ï9 ÇÊÉÌÈ   çm»oY÷ƒy»tRur br& ÞOŠÏdºtö/Î*¯»tƒ ÇÊÉÍÈ   ôs% |Mø%£|¹ !$tƒöä9$# 4 $¯RÎ) y7Ï9ºxx. ÌøgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÉÎÈ  

 “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”( Q.S. ash-Shaaffat: 102-105 )

                        Al-Qur’an juga menyebutkan ru’ya yang dialami Nabi Yusuf. Ru’ya jenis ini juga termasuk dari tanda-tanda kenabian. Allah berfirman,

øŒÎ) tA$s% ß#ßqムÏmÎ/L{ ÏMt/r'¯»tƒ ÎoTÎ) àM÷ƒr&u ytnr& uŽ|³tã $Y6x.öqx. }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur öNåkçJ÷ƒr&u Í< šúïÏÉf»y ÇÍÈ  
“(ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."( Q. S. Yusuf: 4 )

                        Dalam al-Qur’an juga disebutkan ru’ya yang dialami Rasulullah. Dalam ru’ya tersebut terlihat bahwa beliau dan kaum mukminin memasuki Mekkah dalam keadaan mencukur kepala dan mengguntingnya tanpa perasaan takut sedikitpun. Ru’ya jenis ini juga tergolong tanda-tanda kenabian. Allah berfirman,

ôs)©9 šXy|¹ ª!$# ã&s!qßu $tƒöä9$# Èd,ysø9$$Î/ ( £`è=äzôtGs9 yÉfó¡yJø9$# tP#tysø9$# bÎ) uä!$x© ª!$# šúüÏZÏB#uä tûüÉ)Ïk=ptèC öNä3yrâäâ z`ƒÎŽÅ_Çs)ãBur Ÿw šcqèù$sƒrB ( zNÎ=yèsù $tB öNs9 (#qßJn=÷ès? Ÿ@yèyÚsù `ÏB Èbrߊ šÏ9ºsŒ $[s÷Gsù $·6ƒÌs% ÇËÐÈ  

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.”(Q.S. Alfath: 27)

2.                  Macam-macam Mimpi
Menurut Rasulullah saw. mimpi yang dialami seseorang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, Rasulullah sering kali menyebutkan adanya mimpi dalam beberapa riwayat haditsnya, sebagaimana beliau juga sering menakwilkan mimpi yang beliau alami sendiri atau mimpi yang dialami para shahabatnya. Rasulullah menyebutkan bahwa mimpi itu ada tiga macam.[4] Dalam hal ini Rasululah bersabda,
“Mimpi itu ada tiga macam, mimpi yang baik adalah kabar suka dari Allah, mimpi yang menakutkan atau menyedihkan, datangnya dari syetan, dan mimpi yang timbul karena illusi angan-angan atau khayal seseorang. Maka karena itu, jika kamu  bermimpi yang tidak kamu senangi, bangunlah, kemudian shalat, dan jangan menceritakannya kepada orang lain.”[5]
                        Sesungguhnya istilah ra’yu yang disebutkan dalam redaksi hadits di atas termasuk dalam kategori hulm ( mimpi ). Sedangkan mimpi jenis pertama yang merupakan kabar gembira dari Allah merupakan ru’ya shalihah. Mimpi jenis ini sama dengan mimpi yang dialami oleh para Nabi yang telah disebutkan di dalam al-Qur’an. Mimpi jenis kedua tergolong hulm yang menimbulkan kesedihan, keragu-raguan, dan kebatilan. Mimpi jenis ini berasal dari syaitan. Sementara mimpi jenis ketiga merupakan pengalaman pribadi di masa lampau atau ingatan yang terpendam dalam alam bawah sadar seseorang yang kemudian muncul ketika dia sedang tidur. Biasanya mimpi jenis ini berkisar pada masalah angan-angan dan letupan emosi yang belum sempat terpenuhi. Mimpi jenis kedua dan ketiga dikategorikan sebagi hulm yang menjadi obyek kajian para psikolog modern. Sedangkan mimpi jenis pertama merupakan ru’ya shalihah atau ru’ya shadiqah yang tidak tercakup dalam bidan kajian psikolog modern.
                        Beberapa riwayat hadits yang disebutkan oleh Rasulullah hanya menyebutkan dua jenis mimpi saja. Jenis pertama adalah mimpi yang menyebabkan seseorang bisa merasa bahagia dan senang. Mimpi jenis ini dianggap berasal dari Allah swt. Sedangkan mimpi jenis kedua adalah yang bisa menimbulkan rasa tidak senang. Mimpi jenis ini dianggap berasal dari syetan. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudzri bahw Rasulullah bersabda,
“Jika seseorang bermimpi yang membuatnya merasa senang, maka sesungguhnya mimpi itu hanya berasal dari Allah. Hendaklah dia memuji Allah dan berharap semoga mimpi itu menjadi kenyataan. Namun jika seseorang bermimpi yang tidak menyenangkan, maka sesungguhnya dia itu hanya berasal dari syetan. Hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut dan tidak memberitahukannya kepada seorang pun. Karena sesunggunya mimpi itu sama sekali tidak bisa mendatangkan madharat untuknya.”[6]
                        Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah bersabda,
“Abu Qatadah berkata, Saya telah mendengar Rasulullah bersabda, mimpi yang baik itu isyarat dari Allah, sedangkan mimpi bersetubuh (atau hingga keluar mani) maka itu permainan syaitan. Maka bila seseorang mimpi sesuatu yang tidak disuka hendaklah meludah di sebelah kirinya tiga kali, lalu berlindung kepada Allah dari bahayanya maka itu tidak akan berbahaya baginya.[7]
                        Dua riwayat hadits di atas menunjukkan bahwa jika ada seseorang yang mengalami ru’ya shalihah yang membuatnya merasa senang, maka hendaklah dia menyandarkannya kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Sebaliknya, dia menyandarkannya kepada syetan. Karena mimpi tersebut termasuk dalam was-was yang dihembuskan oleh syetan. Selain itu hendaklah dia tidak memberitahukan mimpi buruk itu kepada siapapun. Karena sesungguhnya berita semacam itu bisa memunculkan perasaan pesimis. Sedangkan perasaan pesimis termasuk perasaan yang dilarang. Sebaiknya dia memohon perlindungan kepada Allah dan berpasrah diri kepada-Nya. Karena mimpi buruk itu sama sekali tidak bisa menimbulkan madharat baginya tanpa seizing Allah swt.
                        Menyandarkan mimpi buruk kepada syetan bukan berarti syetan yang menciptakan mimpi tersebut. Semua jenis mimpi, baik yang bagus maupun yang buruk pada hakikatnya ciptaan Allah dan terjadi atas izin-Nya. Akan tetapi biasanya Allah menciptakan ru’ya shalihah pada waktu malaikat yang akan menyampaikan mimpi itu hadir. Itulah akhirnya ru’ya shalihah disandarkan kepada Allah. Sedangkan mimpi buruk biasanya diciptakan Allah ketika syetan hadir. Itulah sebabnya akhirnya mimpi buruk disandarkan kepada syetan.
                        Ru’ya shalihah merupakan tanda kenabian yang pertama kali diberikan kepada Nabi Muhammad saw. Aisyah berkata,
Wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah saw. adalah ru’ya shalihah yang beliau alami ketika tidur. Beliau tidak mengalami mimpi kecuali datang seperti cahaya di waktu shubuh.”
                        Ru’ya yang dialami seorang muslim merupakan kabar gembira yang berasal dari Allah. Ru’ya jenis ini termasuk salah satu dari sekian banyak tanda-tanda kenabian. Diriwayatkan dari Anas bahwa Nabi bersabda,
“Sesungguhnya misi kerasulan dan kenabian telah terputus. Tidak aka nada lagi Rasul maupun Nabi setelah aku. Maka kabar itu membuat orang-orang merasa berat. Namun beliau bersabda lagi, akan tetapi ada beberapa kabar gembira. Para shahabat berkata, Wahai Rasulullah, apakah kabar gembira itu?, Rasulullah bersabda, Ru’ya seorang muslim merupakan salah satu bagian dari beberapa tanda kenabian.”
Diriwayatkan dari Ubadah bin As-shamit bahwa Rasulullah bersabda,
“Mimpi seorang mukmin sebagian dari seperempat puluh enam bagian dari kenabian.”[8]
                        Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia telah mendengar Rasulullah bersabda,
“Tidak ada tanda-tanda kenabian yang masih tersisa kecuali beberapa kabar gembira saja. Para shahabat berkata, Apa yang dimaksud dengan beberapa kabar gembira itu?, Rasulullah bersabda, “Ru’ya Shalihah.”
3.                  Tafsir Mimpi dalam Hadits

Diantara beberapa mimpi ada yang maknanya sudah jelas sehingga tidak perlu ditafsirkan lagi. Namun ada juga yang masih berupa simbol-simbol penuh misteri sehingga harus ditakwilkan agar bisa dipahami. Ada beberapa cara untuk menafsirkan mimpi. Diantaranya adalah dengan mencari nama benda yang terlihat dalam mimpi untuk kemudian mencari terbentuknya akar kata tersebut. Rasulullah saw. Sendiri telah menafsirkan sebagian mimpi dengan cara ini. Hal ini sebagaimana yang beliau wasiatkan kepada para sahabatnya agar mereka menafsirkan mimpi dengan metode ini.[9] Rasulullah bersabda,

jika kalian kesulitan untuk menafsirkan mimpi, maka ambillah asal-usul nama benda yang kalian lihat dalam mimpi tersebut.”

Diantara contoh tafsir mimpi dengan menggunakan nama benda yang diungkapkan Rasulullah saw. Adalah mimpi yang beliau alami sendiri. Rasulullah bersabda,

Pada suatu malam aku bermimpi sebagaimana mimpi yang dialami orang tidur. Sepertinya aku berada di dalam rumah Uqbah bin Rafi’. Lantas kami diberi kurma matang milik Ibnu Thab. Maka aku menakwilkannya sebagai kejayaan kita dalam urusan dunia, kesudahan yang baik dalam urusan akhirat.”

                        Rasulullah menakwilkan rif’ah ( kejayaan urusan dunia ) bagi beliau dan kaum muslimin. Beliau menakwil seperti ini karena mengambil nama orang yang beliau lihat dalam mimpi, yaitu Rafi’ yang terbentuk dari kata rif’ah. Beliau menakwilkan kata “aaqibah  ( kesudahan yang baik di akhirat ) karena dalam mimpinya beliau melihat Rafi’ bin ‘Uqbah. Lafadz ‘Uqbah serumpun dengan kata ‘aaqibah. Dan Rasulullah menakwilkan kata thaaba ( agama yang telah baik ) karena beliau telah melihat Ibnu Thab dalam mimpinya. Kata Thaab sendiri serumpun dengan kata thaaba.
                        Diantara contoh menafsirkan mimpi dengan akar kata sesuatu yang dilihat dalam mimpi adalah tafsiran Rasulullah untuk mimpi ‘Abdullah bin Sallam, dia berkata,

“Aku telah bermimpi seakan-akan aku berada dalam sebuah taman. Pada bagian tengah taman itu ada sebatang tongkat. Di bagian atas tongkat itu ada pegangannya. Lantas dikatakan kepadaku, “Aku tidak bisa menaikinya.” Maka ada seorang pemuda yang menghampiriku. Dia mengangkat busanaku sehingga aku pun menaiki tongkat itu sambil berpegang erat pada pegangannya. Setelah itu aku terjaga sementara aku masih berpegang pada pegangan tongkat. Aku menceritakan mimpi itu keoada Nabi. Beliau bersabda, “Taman itu adalah taman Nabi. Tongkat itu adalah tonggak Islam. Sementara pegangan ituadalah pegangan yang sangat kokoh yang akan senantiasa kamu genggam erat sampai meninggal dunia.”

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi pernah Bersabda,

“Ketika aku sedang tidur, aku bermimpi diberi segelas susu. Maka aku pun meneguknya sampai aku melihat susu tersebut mengalir keluar dari ujung-ujung kukuku. Kemudian aku memberikan sisa minumanku kepada Umar. “Para shahabat berkata, “Bagaimana anda menakwilkannya?” Rasulullah bersabda, “Aku menakwilkannya sebagai ilmu.”[10]

Diriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab bahwa Aisyah menceritakan mimpi kepada ayahnya, Aisyah berkata,

“Aku telah bermimpi melihat tiga rembulan jatuh di kamarku. “Abu Bakar berkata, “Jika mimpimu benar, maka ada tiga orang penduduk bumi yang paling baik akan dimakamkan di dalam rumahmu. “Ketika nyawa Nabi diambil, maka Abu Bakar berkata, Wahai Aisyah, inilah rembulanmu yang paling baik.”

Jika kita memperhatikan beberapa mimpi yang ditakwilkan oleh Rasulullah dan Abu Bakar, maka kita bisa meringkas makna sebagian simbol yang tanpak dalam mimpi-mimpi tersebut. Berikut ini tabel makna simbol-simbol mimpi:

Tafsir mimpi menurut Rasulullah dan para Shahabat

Simbol
Takwil
Busana
Agama
Susu atau meneguk susu
Ilmu
Sapi
Sekelompok orang mukmin
Sapi yang disembelih atau sapi mati
Kematian sebagian rekan atau anggota keluarga
Pedang
Rekan-rekan
Pedang yang retak atau putus
Kematian sebagian rekan atau anggota keluarga seperti yang terjadi pada waktu perang Uhud
Nama Uqbah bin Rafi’
Kejayaan dalam urusan dunia yang berasal dari kata raafi’ dan kesudahan yang baik di akhirat yang berasal dari kata ‘aaqibah”
Mengonsumsi kurma segar berasal dari nama Rathab bin Thab
Agama yang baik
Wanita hitam dengan rambut acak-acakan yang keluar dari kota
Wabah penyakit yang meninggalkan sebuah kota
Sesuatu yang berada di taman
Taman adalah Islam dan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan agama
Tongkat di tengah taman
Tonggak Islam, maksudnya rukun Islam
Pegangan di bagian atas tongkat
Pegangan yang sangat kokoh
Menaiki tongkat dan menggenggam pegangan
Berpegang erat pada tali yang kokoh
Seorang shahabat Rasul yang melihat dirinya terbang dalam syurga
Isyarat kemurnian diri dan ketakwaannya
Melihat mata air mengaliri orang mati
Pahala amal perbuatan yang mengalir untuk orang itu
Melihat orang mati mengenakan baju putih
Baju putih adalah busana penduduk syurga
Perhiasan dari logam emas di tangan seorang laki-laki
Sesuatu yang bathil
Potongan organ tubuh seseorng yang berada di pangkuan wanita
Seorang wanita dari keluarganya akan melahirkan seorang anak yang akan diasuh dalam timangan wanita itu
Tiga rembulan yang jatuh di pangkuan
Tiga penduduk bumi paling mulia yang akan dimakamkan di rumahnya Aisyah
Makanan yang menyumbat tenggorokan ketika akan ditelan
Sebuah masalah yang menghalangi seseorang dalam urusan penting yang dia laksanakan


4.                  Mimpi Ditinjau dari Segi Psikologis
Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis yang salah, selip bicara (keprucut), maupun lelucon, maka Ibn Arabi mengidentifikasinya sebagai bagian dari imajinasi. Sedangkan Haffner mengatakan bahwa mimpi meneruskan kehidupan alam sadar, mimpi selalu menghubungkan  diri kita dengan pikiran-pikiran tertentu yang sesaat sebelumnya muncul dalam kesadaran kita.[11]
Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mrengungkapkan kekesalan, keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi.
Sementara dalam teori Ibn Arabi lebih bersifat komplementer, setidaknya dalam hal ini, disamping memiliki substansi sebagai pemenuhan keinginan, Ibn Arabi juga memandang situasi penciptaan sebagai pernyataan tidur, dimana kosmos (semesta-pen) yang tercipta terlihat sebagai mimpi Ilahi. Pengalaman manusia merupakan citra mikrokosmik. Oleh karena itu, seluruh situasi penciptaan yang memerlukan alam “yang lain” untuk mempengaruhi tujuannya, dapat dipandang sebagai semacam lamunan Ilahi, dimana ilusi sesuatu yang “bukan Aku” diperkenalkan pada kesadaran Ilahi sebagai refleksi posibilitasnya.
Menurut pendapat dari para ahli psikologi, dapat disimpulkan bahwa mimpi adalah:
1. Mimpi merupakan hal wajar yang dialami oleh manusia, yang berasal dari diri sendiri.
2. Secara psikoanalisa, mimpi dianggap tidak mempunyai kaitan apa-apa dengan hal-hal yang sifatnya ”keakanan” yang berhubungan dengan nasib atau peruntungan.
3. Dibalik simbol-simbol yang terjadi dalam mimpi sebenarnya dapat diungkapkan keadaan batiniah si pemimpi itu yang selama ini dirahasiakan dan terselubung.
4. Ditinjau dari aspek psikologis, mimpi hanya bersifat anthroposentris (berpusat dan berasal dari manusia).

BAB III
PENUTUP

Ø  Kesimpulan

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia mimpi adalah sesuatu yang dialami seseorang pada waktu atau saat tidur. Mimpi sering juga disebut dengan ar-ru’ya, dan juga hulm. Hanya saja ar-ru’ya biasanya dipakai untuk mimpi yang dialami oleh orang-orang shalih seperti halnya para Nabi. Mimpi merupakan aktifitas mental yang beroperasi ketika seseorang tidur. Dalam tidurnya itu dia melihat berbagai gambar atau kejadian. Mimpi terjadi karena beberapa sebab, ada yang disebabkan karena sesuatu yang dipikirkan terlalu dalam oleh seseorang, ada yang merupakan bayangan benda yang berada dalam bawah sadar seseorang, ada yang merupakan letupan keinginan yang begitu besar dan belum terpenuhi, dan ada juga merupakan isyarat yang memberitahukan terjadinya sebuah peristiwa di masa mendatang.
Rasul mengatakan bahwa mimpi itu ada tiga macam, yang pertama adalah mimpi yang merupakan kabar gembira dari Allah yang disebut dengan ru’ya shalihah, kedua mimpi menyedihkan yang berasal dari syetan, dan ketiga mimpi yang termasuk peristiwa yang dialami seorang itu sendiri.
Tidak semua mimpi yang dialami seseorang bisa ditafsir atau ditakwilkan, ada juga yang sangat sulit untuk ditafsir. Rasulullah dan sebagian shahabat telah banyak memberikan contoh-contoh takwil atau tafsir mimpi dalam haditsnya dari berbagai mimpi yang dialaminya sendiri dan juga para shahabatnya. Salah satunya yaitu, ketika Aisyah bermimpi melihat tiga rembulan jatuh di kamarnya, shahabat Abu Bakar menakwilkan bahwa akan ada tiga penduduk bumi yang paling baik yang akan dimakamkan di rumahnya Aisyah. Dan banyak lagi contoh-contoh lainnya dalam masalah penafsiran atau penakwilan mimpi.
Mimpi merupakan hal wajar yang dialami oleh manusia, yang berasal dari diri sendiri. Secara psikoanalisa, mimpi dianggap tidak mempunyai kaitan apa-apa dengan hal-hal yang sifatnya ”keakanan” yang berhubungan dengan nasib atau peruntungan. Ditinjau dari aspek psikologis, mimpi hanya bersifat anthroposentris (berpusat dan berasal dari manusia).
DAFTAR PUSTAKA



v  Baqi , Muhammad Fuad Abdul. Al-Lu’lu’ Wal Marjan, Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
v  Daud, Ma’mur. Terjemah Hadits Shahih Muslim, Jakarta: Widjaya, 1993.
v  Hamidy, H. Zainuddin. Shahih Bukhari,Jakarta: Widjaya, 1992.
v  Najati, Dr. Muhammad ‘Utsman. Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi, Jakarta: Mustaqiim, 2003.
v  Yuwono, Trisno. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis, Surabaya: Arkola, 1994.
v  Freud, Sigmund. Tafsir Mimpi, Yogyakarta: Jendela, 2001.


[1] Trisno Yuwono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis, (Surabaya: Arkola, 1994), Hal. 284
[2] Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), Hal. 275
[3] Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), Hal. 276
[4] Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), Hal. 277
[5] Ma’mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, (Jakarta: Widjaya, 1993), No. 211, Hal. 166
[6] H. Zainuddin Hamidy dkk, Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1992), No. 1848, Hal. 116
[7] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1996 ), Hal. 857-858
[8] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ Wal Marjan, ( Surabaya: Bina Ilmu, 1996 ), Hal. 858
[9] Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), Hal. 284
[10] Dr. Muhammad ‘Utsman Najati, Psikologi Dalam Tinjauan Hadits Nabi, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), Hal. 286
[11] Sigmund Freud, Tafsir Mimpi, (Yogyakarta: Jendela, 2001), Hal. 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar