Muhammad Antoso


Selamat Datang di Blogs Antok Pemuda Sumenep Semoga Bermanfaat

Minggu, 20 Januari 2013

LAPORAN HASIL WAWANCARA GANGGUAN MENULIS (DISGRAFIA) PADA SISWI “X” KELAS VIII MTS MIFTAHUL ULUM BATANG-BATANG


 
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Memperoleh Kelulusan Pada Mata Kuliah Psikodiagnostik III


IAIN
 










Oleh:
Moh Antoso             (B07210076)
Moh Fahmi              (B07210043)
Moh Fiqih A. A.      (B07210067)
Moh Minanullah      (B07210052)

Dosen Pembimbing:
Soffy Balqies, S.Psi, M.Psi, Psikolog

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
 
 
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Allah maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puja dan puji syukur kami ucapkan kehadirat Ilahi Robbi, dengan karunia, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat menikmati hidup dimuka bumi ini, yang penuh rahmat dan kasih kaming-Nya, hingga kami tumbuh semangat untuk memperjuangkan agama Islam dengan jalan dakwah dan dakwah, baik melalui menuntut ilmu ataupun dakwah hidup di jalan Allah SWT Fisabilillah. Dengan Rahman dan Rahim-Nya alhamdulillah kami dapat menyelesaikan laporan hasil wawancara ini.
Tidak lupa Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda Rasulullah SAW,  yang telah memberikan arah penerangan berupa An Nur Islam sehingga kita bisa menuju jalan yang benar dan terang menderang yang penuh rahmat dan belas kasih Allah SWT dan Rasul-Nya.
Laporan praktikum ini diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh kelulusan pada mata kuliah Psikodiagnostik III (wawancara). Tentunya laporan ini tidak akan dapat diselesaikan oleh kami tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak, antara lain :
1.      Bapak Prof. Dr. H. Abd. A’la, MA, selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
2.      Bapak Dr. Aswadi, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah.
3.      Ibu DR.dr.Hj. Nur Asiyah, M.Si, selaku Kepala Program Studi Psikologi IAIN Sunan Ampel Surabaya.
4.      Ibu Soffy Balqies, S.Psi, M.Psi, Psikolog, yang telah membimbing kami dalam mempelajari dan memahami mata kuliah Psikodiagnostik III, khususnya penyusunan laporan praktikum ini.
5.      Kedua orang tua yaitu Bapak dan Ibu yang tiada lelah selalu mendukung dan mendo’akan kami dalam berjuang menggapai cita-cita hidup.
6.      Semua sahabat dan teman-teman kami selalu memberikan bantuannya dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini.
7.      Sahabat sekamar kami (khotib) yang selalu mensupport kami dalam menyelesaikan laporan ini.
8.      Spesial khusus kepada keluarga subjek yang telah ikhlas bersedia untuk dijadikan subjek penelitian.
9.      Dan yang terakhir semua pihak yang juga membantu dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini.
Kami sadar sepenuhnya dalam penyusunan laporan praktikum ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, baik dari segi tulisan maupun kalimat maksud-maksud tertentu dalam laporan ini. Dan kami sadar bahwasanya Allah SWT menciptakan makhluk dimuka bumi ini dengan sempurna, lebih-lebih manusia yang diprioritaskan oleh Allah SWT dalam kesempurnaanya sebagai ummat Nabi Muhammad SAW, dengan tujuan diturunkan manusia kebumi ini untuk menjadi Khalifah pemimpin umat sesama lain, namun disisi lain yang namanya manusia tidak luput dari kesalahan dan lupa. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun semangat/motivasi sangat diperlukan demi kesempurnaan laporan praktikum ini. Harapan kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Amin Ya Robbal ‘Alamin.


            Surabaya, 26 Desember 2012

DAFTAR ISI


A.    KATA PENGANTAR .............................................................. i
B.     DAFTAR ISI .............................................................................. iii
C.    BAB I : PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang.........................................................................1
2.      Tujuan………………………………………………….……..1
D.    BAB II : LANDASAN TEORI
1.      Pengertian Disgrafia.................................................................2
2.      Indikator Disgrafia...................................................................4
3.      Penyebab Disgrafia...................................................................5
E.     BAB III : HASIL WAWANCARA
1.      Identitas Anak..........................................................................6
2.      Identitas Orang Tua..................................................................6
3.      Masalah Anak...........................................................................6
4.      Riwayat Perkembangan............................................................9
F.     BAB IV : ANALISIS KASUS....................................................11
G.    BAB V : KESIMPULAN........................................................... 16
H.    SARAN........................................................................................ 17
I.       DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 23
J.      LAMPIRAN
1.      Verbatim..................................................................................24
2.      Guidance..................................................................................29

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Prestasi akademik dinilai sangat tinggi di masyarakat kita. Kita sering membandingkan prestasi belajar anak-anak kita yang masih sekolah dengan anak-anak dari budaya lain untuk membuat estimasi apakah kita berhasil atau gagal sebagai “pemimpin dunia” dan sebagai Negara adidaya di bidang ekonomi. Di tingkat pribadi, orang tua sering kali menginvestasikan banyak waktu dan energi emosionalnya untuk memastikan bahwa anak-anaknya sukses secara akademis. Jadi mereka bia menjadi sangat resah ketika seorang anak yang tidak menampakkan deficit intelektual yang jelas tidak dapat mencapai prestasi seperti yang diharapakan.
Dibagian ini kami mendeskripsikan tentang gangguan belajar (learning disorder) di bidang membaca, matematika, dan mengekpresikan sesuatu secara tertulis (written expresion) yang semuanya ditandai oleh performa  yang secara substansial lebih rendah dibanding performa yang diharapkan untuk orang dengan usia, IQ, dan pendidikan yang setara dengannya.
Maka dari itu, sangatlah penting bagi kami untuk melakukan penelitian dengan metode wawancara mengenai beberapa gangguan belajar yang dialami oleh sebagian anak terutama anak usia sekolah. Judul pada penelitian kami adalah “Wawancara Gangguan Menulis (Disgrafia) Pada Siswa “X” Kelas VIIII Mts Miftahul Ulum Batang-Batang”.

2.      Tujuan
ü  Untuk mengetahui gangguan psikologis yang dialami oleh klien serta memberikan pengarahan atau penanganan padanya

BAB II
LANDASAN TEORI

1.      Pengertian Disgrafia
Berdasarkan definisinya, anak yang menderita gangguan belajar mempunyai kecerdasan yang normal atau di atas normal, kesulitan dalam setidaknya satu mata pelajaran atau, biasanya, beberapa mata pelajaran, dan tidak memiliki problem atau gangguan lain, seperti retardasi mental, yang menyebabkan kesulitan itu. Konsep umum gangguan belajar mancakup problem dalam kemampuan mendengar, berkonsentrasi, berbicara, berpikir, memori, membaca, menulis, dan mengeja, dan keterampilan social (Kamphaus, 2000).
Gangguan belajar sulit didiagnosis (Bos & Vaughn, 2002). Ketidak mampuan untuk belajar sering kali mencakup kondisi yang bisa jadi berupa adanya problem mendengar, berkonsentrasi, berbicara, membaca, menulis, menalar, berhitung, atau problem interaksi sosial. Jadi, anak yang memiliki gangguan belajar boleh jadi memiliki profil yang berbeda-beda (Henley, Ramsey & Algozzine, 1999). Gangguan belajar mungkin berhubungan dengan kondisi medis seperti fetal alcohol syndrome (American Psychiatric Association, 1994). Gangguan belajar juga terjadi bersama dengan gangguan lainnya, seperti gangguan komunikasi dan gangguan perilaku emosional (Poloway dkk, 1997).
Beberapa area akademik paling umum yang menjadi masalah bagi anak dengan ketidakmampuan belajar adalah pelajaran membaca, bahasa tulis, dan matematika (Hallahan & Kauffman, 2000; Lerner, 2000). Bidang paling umum yang menyulitkan anak dengan gangguan belajar adalah aktivitas membaca, terutama keterampilan fonologis, yang menyangkut cara memahami bagaimana suara dan huruf membentuk kata.
Pada awal sejarah diagnosis gangguan dalam belajar, kesulitan dalam pelajaran berhitung tidak banyak diberi perhatian. Tetapi kini diakui bahwa gangguan belajar juga bisa terjadi di bidang matematika. Murid dengan gngguan belajar di bidang matematika dapat jadi selalu membuat banyak kesalahan dalam berhitung atau menggunakan cara yang tidak efisien untuk memecahkan soal-soal matematika.
Meningkatkan kemampuan anak yang memiliki masalah dalam belajar ini adalah tugas sulit dan umumnya membutuhkan intervensi intensif agar mereka mampu memberikan hasil yang baik. Belum ada model program yang terbukti efektif untuk semua anak yang memiliki masalah ketidakmampuan belajar (Terman, dkk, 1996).
Gangguan belajar cenderung menjadi gangguan kronis yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan sampai masa dewasa. Anak-anak dengan gangguan belajar cenderung berprestasi buruk di sekolah. Mereka sering dinilai gagal oleh guru dan keluarga mereka. Tidak mengherankan bahwa sebagian besar dari mereka mengembangkan ekspektasi yang rendah dan bermasalah dengan self-esteem.[1]
Tipe gangguan belajar mencakup gangguan matematika (diskalkulia), gangguan menulis (disgrafia), dan gangguan membaca (disleksia).
1.      Gangguan Matematika (diskalkulia)
2.      Gangguan Membaca (disleksia)
3.      Gangguan Menulis (disgrafia)
Gangguan menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampuan menulis. Keterbatasan dapat muncul dalam bentuk kesalahan mengeja, tata bahasa, tanda baca, atau kesulitan dalam bentuk kalimat dan paragraph. Kesulitan menulis yang parah umumnya tanpak pada usia 7 tahun (kelas 2 SD), walaupun kasus-kasus lebih ringan mungkin tidak dikenali sampai usia 10 tahun (kelas 5 SD) atau setelahnya.[2]
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.[3]
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Dysgraphia / Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya. Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.
Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.[4]
2.      Ciri-Ciri/Indikator Disgrafia
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
a.     Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
b.    Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
c.     Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
d.    Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
e.     Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
f.     Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
g.    Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
h.    Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
3.       Penyebab Disgrafia
Secara spesifik penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang yang telah dewasa maka diduga disgrafia disebabkan oleh trauma kepala entah karena kecelakaan, penyakit, dan seterusnya. Disamping itu para ahli juga menemukan bahwa anak dengan gejala disgrafia terkadang mempunyai anggota keluarga yang memiliki gejala serupa. Demikian ada kemungkinan faktor herediter ikut berperan dalam disgrafia.
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesuitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak terkait dengan masalah kemampuan intelektual, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

BAB III
HASIL WAWANCARA

1.      Identitas Anak
1.         Nama lengkap klien  : Sayyidah (nama samaran)
2.         Nama panggilan        : Sayyi
3.         Tanggal lahir                         : 05 Juni 1995
4.         Jenis kelamin                         : Perempuan
5.         Agama                                  : Islam
6.         Anak ke-                   : 2
7.         Tinggal bersama        : Kedua orang rua
2.      Identitas Orang Tua
1.         Bapak
Nama                           : Muhammad Abduh (samaran)
Alamat                         : Batang-Batang, Sumenep
Pekerjaan                     : Petani
Pendidikan                  : -
2.         Ibu
Nama                           : Sulistiani (samaran)
Alamat                         : Batang-Batang, Sumenep
Pekerjaan                     : Ibu rumah tangga
Pendidikan                  : SD (berhenti kelas 4)
3.      Masalah Anak
1.      Deskripsi masalah
Masalah yang paling berat pada klien kami yaitu mengalami gangguan belajar khususnya gangguan dalam menulis (disgrafia). Namun selain itu juga ada masalah lain yang cukup memprihatinkan yaitu adanya penyakit kejang-kejang yang sering kambuh kadang setiap 2-3 bulan sekali. Dia juga mengalami sedikit gangguan dalam membaca dan ilmu hitungnya.

2.      Awal anak mengalami gangguan
Dari masa kecil hingga hampir masuk sekolah anak ini masih belum ditemukan tanda-tanda atau ciri yang timbul. Baru ketika sekolahnya sudah mencapai dua tahun yaitu saat berumur 7 tahun (masih kelas 1 SD) sudah mulai muncul gejala disgrafia. Dimana saat sudah dua tahun duduk di kelas 1 dia masih belum bisa memegang pensil dengan baik ketika menulis. Cara dia memegang pensil tidak seperti biasanya anak normal, jari-jari pemegang pensil terlalu ke ujung pensil.
3.      Indikator gangguan
a.
Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya
 : tidak
b.
Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur
 : iya
c.
Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional
 : iya
d.
Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan
 : tidak
e.
Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap
 : iya
f.
Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis
 : iya
g.
Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional
 : tidak
h.
Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada
 : iya
                      

4.      Penyebab gangguan
Sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti apa penyebab sebenernya dari gangguan belajar disgrafia. Hanya saja biasanya yang menjadi penyebab bisa dari faktor keluarga. Maksudnya jika ada salah satu keluarga yang mengalami gangguan belajar maka tidak ada kemunkinan anggota atau keturunan yang lainnya akan mengalami hal yang sama juga. Pada klien kami ini, ternyata secara spesifik tidak ditemukan apa penyebab gangguan belajar disgrafia yang dialaminya, hanya saja kalau ditelusuri ternyata ada salah satu dari keluarga klien (bapaknya) yang masih buta huruf karena tidak pernah mengenyam yang namanya pendidikan di sekolah. Mungkin ini bisa menjadi salah satu penyebab gangguan belajar yang dialami oleh klien. Selain itu kami masih belum menemukan penyebab lainnya.
5.      Akibat dari masalah
Ada banyak akibat dari masalah ini, yaitu waktu SD dia sering tidak naik kelas, ya karena dia masih lamban dalam belajarnya dan sekarang pun nilai rapornya masih kurang bagus. Kadang masih banyak nilai merahnya di rapornya.
6.      Perkembangan gangguan anak
Sekarang gangguannya menulisnya sudah tidak seperti waktu masih duduk di bangku SD. Alhamdulillah sudah agak membaik meskipun tetap masih ada kekurangan itu.
7.      Latar belakang keluarga
Klien kami berasal dari keluarga yang sangat minim dengan dunia pendidikan. Dimana kedua orang tuanya tidak ada yang lulus sekolah SDpun, bapaknya tidak pernah sekolah sedangkan ibunya sempat sekolah sampai kelas 4 SD tapi setelah itu berhenti karena disuruh nikah oleh orang tuanya.
8.      Kondisi ekonomi keluarga
Kondisi ekonomi keluarga ini yaitu menengah ke bawah. Bapaknya hanya sebagai seorang petani musiman, kadang jualan pentol keliling dengan speda ontel, dan kadang pula ikut kuli bangunan. Kalau masalah penghasilan hanya cukup untuk makan setiap hari, bahkan terkadang masih harus pinjam ke saudara dan tetangga.
9.      Aktivitas anak sehari-hari
Aktivitas anak ini setiap hari, kalau pagi sekolah, siang ngaji, sore main sama teman tetangga sebelah, dan kalau malam nonton TV di tetangga depan rumahnya. Dan kadang juga suka menyendiri di rumahnya.
4.      Riwayat Perkembangan
1.      Usia kehamilan
0 – 3 bulan                                         : normal
4 – 6 bulan                                         : normal
7 – 9 bulan                                         : normal
2.      Usia anak
0 – 6 bulan                                         : baik
7 – 12 bulan                                       : baik
1 – 2 tahun                                         : baik
3 – 5 tahun                                         : baik
5 – 7 tahun                                         : baik
8 – 10 tahun                                       : proses belajarnya terhambat
10 – 12 tahun                                     : proses belajarnya terhambat
13 – 15 tahun                                     : proses belajarnya terhambat
15 – 17 tahun                                     : proses belajarnya terhambat

3.      Riwayat pendidikan                           :
Perkembangan Pendidikan
Tahun
Sekolah
Keterangan
2003-2004
2004-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
2010-2011
2011-2012
2012-…….
SD kelas I
SD kelas II
SD kelas III
SD kelas IV
SD kelas V
SD kelas VI
MTs kelas VII
MTs kelas VIII
Tidak naik kelas 1 kali
Tidak naik kelas 2 kali
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Masih semester ganjil


BAB IV
ANALISIS KASUS

Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya kedalam bentuk tulisan,karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada klien, kami dapat mendiagnosa bahwa klien kami benar-benar telah mengalami gangguan belajar khusunya dalam gangguan menulis (disgrafia). Hal ini didasarkan pada beberapa indikator-indikator yang ada, dimana ada 5 indikator yang sangat sesuai dengan apa yang telah dialami oleh klien. Diantara indikator tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
2.    Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional dan tidak konsisten.
3.    Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
4.    Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
5.    Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
Menurut beberapa tokoh psikologi, bahwa apabila seseorang sudah mengalami gejala-gejala suatu ketidaknormalan paling sediktinya tiga gejala maka orang tersebut sudah bisa dikatakan telah mengalami ketidaknormalan.[5]
Dari hasil wawancara dan pendiagnosaan yang telah kami lakukan pada klien, dapat diperoleh pembahasan sebagai berikut :
1.    Gangguan belajar pada  klien
Dari wawancara yang telah kami lakukan pada klien, telah ditemukan beberapa ciri-ciri disgrafia yang tidak mampu dijalankan oleh klien kami. Dimana percobaan-percobaan atau ilustrasi yang diberikan oleh kami tidak bisa diselesaikan dengan baik. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa klien kami positif mengalami gangguan belajar disgrafia. Ini berdasarkan pada ciri-ciri yang lebih dari tiga yang ada pada klien. Sebab kata para tokoh bahwa apabila klien sudah mengalami gejala paling sedikitnya tiga, maka klien itu sudah bisa dikatakan positif.
Meskipun ada yang mengatakan bahwa dengan gangguan belajar disgrfia bisa jadi klien juga akan menderita gangguan belajar lainnya seperti gangguan dalam membaca dan menghitung, namun pada klien kami selain gangguan belajar disgrafia dalam hal membaca dan menghitung juga sedikit bermasalah tapi tidak seperti disgrafia.
2.    Penyebab gangguan klien
Sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti apa penyebab sebenernya dari gangguan belajar disgrafia. Hanya saja biasanya yang menjadi penyebab bisa dari faktor keluarga. Maksudnya jika ada salah satu keluarga yang mengalami gangguan belajar maka tidak ada kemunkinan anggota atau keturunan yang lainnya akan mengalami hal yang sama juga.
Pada klien kami ini, ternyata secara spesifik tidak ditemukan apa penyebab gangguan belajar disgrafia yang dialaminya, hanya saja kalau ditelusuri ternyata ada salah satu dari keluarga klien (bapaknya) yang masih buta huruf karena tidak pernah mengenyam yang namanya pendidikan di sekolah. Mungkin ini bisa menjadi salah satu penyebab gangguan belajar yang dialami oleh klien. Selain itu kami masih belum menemukan penyebab lainnya. Dan ada kemungkinan lagi yang bisa jadi penyebab yaitu penyakit yang dialami oleh klien, penyakit itu adalah kejang-kejang. Dimana penyakit itu ada semenjak masih duduk di bangku kelas 2 SD.
3.    Waktu munculnya gejala-gejala gangguan
Dari masa kecil hingga hampir masuk sekolah anak ini masih belum ditemukan tanda-tanda atau ciri yang timbul. Baru ketika sekolahnya sudah mencapai dua tahun yaitu saat berumur 7 tahun (masih kelas 1 SD) sudah mulai muncul gejala disgrafia. Dimana saat sudah dua tahun duduk di kelas 1 dia masih belum bisa memegang pensil dengan baik ketika menulis. Cara dia memegang pensil tidak seperti biasanya anak normal, jari-jari pemegang pensil terlalu ke ujung pensil. Lima jari tangannya tertumpuk jadi satu pada pensil yang dipegang dan hampir nempel ke kertas, sehingga kelihatan kaku. Dan hasil tulisannya kurang bagus serta tidak tertata rapi.
Mengenai berbicara sendiri dan memperhatikan tangan yang sedang menulis ini dialami juga sejak duduk di bangku SD kelas 1. Setiap klien disuruh menulis pandangan matannya memperhatikan gerakan tangan yang sedang menulis. Dan untuk masalah berbicara sendiri itu tidak terjadi setiap menulis, hanya kadang-kadang saja. Berbicaranya disini yaitu melafalkan atau membaca dengan suara kecil  kata-kata yang akan atau sedang ditulis.
Untuk gejala yang lainnya baru bisa dikatakan bermasalah atau tidak mampu diketika sudah memasuki bangku kelas 3 atau 4 SD, sebab di usia kelas 1-3 SD anak masih belum bisa disimpulkan bahwa itu belum mampu atau bermasalah dengan gejala itu. Gejala itu antara lain, bentuk huruf hasil tulisan tidak konsisten, penggunaan huruf besar dan kecil masih tercampur, ukuran bentuk tuisan tidak proporsional, cara menulis tidak konsisten, sambil berbicara saat menulis, dan masih tetap mengalami kesulitan meskipun saat menyalin contoh tulisan yang ada. Secara normal mayoritas anak 1-3 SD masih belum bisa melewati hal-hal tersebut.
4.    Gejala-gejala pada klien
a.     Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur
Sampai sekarang klien duduk di bangku SMP kelas VIII masih belum bisa menggunakan ejaan penulisan huruf antara yang besar dengan yang kecil secara benar. Dilihat dari hasil tulisannya masih banyak huruf besar yang ada di tengah-tengah kata seperti pada tulisan kata “kaliMat”. Dan ada juga dipermulaan kata atau kalimat yang seharusnya memakai huruf besar klien kami masih memakai huruf kecil seperti pada tulisan kata “saya”.
b.    Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional dan tidak konsisten
Jika dilihat dari hasil tulisan yang dia tulis, ukuran dan bentuk hurufnya tidak sama antara kalimat yang satu dengan kalimat selanjutnya. Terkadang tulisannya kecil-kecil dan terkadang juga besar. Selain itu, tulisannya ada yang tegak dan ada juga yang agak miring.
c.     Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas
Meskipun sudah usia SMP klien kami masih belum bisa memegang pensil atau bolpoin dengan mantab seperti anak yang lainnya. Dia memegang pensil terlalu dekat ke ujung pensil bahkan jarinya hampir nempel ke kertas. Namun, hal seperti itu sudah menjadi kebiasaan dan menurut klien paling nyaman dengan cara seperti itu. Dan dia tidak mau kalau diajarin dengan cara yang lain.
d.    Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis
Disetiap klien kami disuruh untuk menulis pandangan matanya pasti memperhatikan gerakan tangan yang dipakai untuk menulis. Bahkan jarak antara tangan dengan mata berdekatan (posisi menulis menunduk). Untuk masalah berbicara sendiri itu tidak terjadi setiap menulis, hanya kadang-kadang dilakukan. Berbicaranya disini yaitu melafalkan atau membaca dengan suara kecil  kata-kata yang akan atau sedang ditulisnya.
e.     Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada
Jika disuruh menulis dengan cara didekte klien kami masih bisa dikatakan lemah, sebab jika didekte harus dengan pelan-pelan dan diperjelas kalimatnya. Dan dia tidak suka jika menulis dengan cara didekte.
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan disini adalah masalah penyebab kenapa sampai sekarang umur SMP si klien masih saja mengalami gangguan menulis disgrafia. Menurut analisis kami dapat dijelaskan bahwa kemungkinan penyebab utama gangguan menulis disgrafia pada klien kami adalah karena adanya penyakit kejang-kejang yang masih sering kambuh pada klien. Sebab sangat jarang anak yang mengalami ganggun belajar disgrafia ini berlangsung sampai usia SMP.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada klien, kami dapat mendiagnosa bahwa klien kami benar-benar telah mengalami gangguan belajar khusunya dalam gangguan menulis (disgrafia). Hal ini didasarkan pada beberapa indikator-indikator yang ada, dimana ada 4 indikator yang sangat sesuai dan 2 indikator yang sesuai dengan apa yang telah dialami oleh klien. Diantara indikator tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
2.    Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional dan tidak konsisten.
3.    Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
4.    Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
5.    Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.


SARAN

Adapun saran dalam laporan ini yaitu berbentuk rekomendasi atau penanganan untuk klien yang ditujukan kepada orang tua dan juga klien itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
Model medis saat ini menjadi terbatas karena kurangnya bukti bahwa defesiensi yang mendasari gangguan belajar dapat dikoreksi atau perbaikan pada aspek tersebut akan meningkatkan keterampilan akademik (Hinshaw, 1992). Kurangnya bukti juga terdapat pada pendekatan psikoedukasi (Brady, 1986). Walaupun pendekatan neuropsikologis belum diuji secara lengkap, intervensi yang ditujukan untukm mengubah strategi-strategi belajar anak dengan tujuan untuk menghindari defisit neuropsikologis sampai sejauh ini gagal memperlihatkan peningkatan berarti pada anak-anak dengan gangguan belajar yang parah. Sampai saat ini intervensi yang paling tanpak menjanjikan adalah yang memberikan intruksi-intruksi langsung pada tugas-tugas akademik dimana anak mengalami defisiensi, misalnya keterampilan bahasa lisan dan tulisan. Model behavioral juga menunjukkan hasil-hasil yang menjanjikan dalam meningkatkan prestasi anak yang memiliki defisiensi dalam keterampilan membaca dan aritmatika. Masih belum jelas apakah peningkatan akibat pelatihan behavioral dapat digeneralisasikan pada prestasi di kelas. Pendekatan linguistik telah memperoleh sejumlah dukungan, tetapi belum cukup untuk dianjurkan secara luas dalam menangani anak-anak yang memiliki defisiensi membaca dan mengeja. Model kognitif juga telah menerima sejumlah dukungan, tetapi banyak anak dengan gangguan belajar belum mengembangkan pengetahuan dasar yang cukup mengenai area-area permasalahan mereka dan menggunakannya untuk memikirkan masalah-masalah tersebut lebih dalam.
Anak-anak dengan gangguan belajar banyak yang ditempatkan dalam program-program edukasi atau kelas-kelas khusus. Namun program untuk anak-anak dengan kesulitan belajar sangat bervariasi dalam kualitas dan kita masih kekurangan bukti yang pasti mengenai efektivitas jangka panjangnya.[6]
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan menulis (disgrafia). Di antaranya:[7]
1.    Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2.    Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3.    Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4.    Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Adapun penanganan secara terstruktur dapat dilakukan melalui beberapa hal berikut:[8]
1.    Faktor kesiapan menulis
Menulis membutuhkan kontrol maskular, koordinasi mata-tangan, dan diskriminasi visual. Aktivitas yang mendukung kontrol muskular antara lain: menggunting, mewarnai gambar, finger painting, dan tracing. Kegiatan koordinasi mata-tangan antara lain: membuat lingkaran dan menyalin bentuk geomteri. Sementara itu, pengembangan diskriminasi visual dapat dilakukan dengan kegiatan membedakan bentuk, ukuran, dan detailnya, sehingga anak menyadari bagaimana cara menulis suatu huruf.
2.    Aktivitas lain yang mendukung
o  Kegiatan yang memberikan kerja aktif dari pergerakan otot bahu, lengan atas serta bawah, dan jari.
o  Menelusuri bentuk geometri dan barisan titik.
o  Menyambungkan titik.
o  Membuat garis horizontal dari kiri ke kanan.
o  Membuat garis vertikal dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
o  Membuat bentuk-bentuk lingkaran dan kurva.
o  Membuat garis miring secara vertikal.
o  Menyalin bentuk-bentuk sederhana.
o  Membedakan bentuk huruf yang mirip bentuknya dan huruf yang hampir sama bunyinya.
3.    Menulis huruf lepas/cetak
o  Perlihatkan sebuah huruf yang akan ditulis.
o  Ucapkan dengan jelas nama huruf dan arah garis untuk membuat huruf itu.
o  Anak menelusuri huruf itu dengan jarinya sambil mengucapkan dengan jelas arah garis untuk membuat huruf itu.
o  Anak menelusuri garis tersebut dengan pensilnya.
o  Anak menyalin contoh huruf itu di kertas/bukunya.
Jika cara ini sudah dikuasai, mintalah anak menyambungkan titik yang dibentuk menjadi huruf tertentu, sampai akhirnya anak mampu membuat huruf dengan baik tanpa dibantu. Tahap selanjutnya adalah menulis kata dan kalimat.
4.    Menulis huruf transisi
Huruf transisi adalah huruf yang digunakan untuk melatih siswa sebelum menguasai huruf sambung. Adapun langkah-langkah pengajarannya sebagai berikut:
o  Kata atau huruf ditulis dalam bentuk lepas atau cetak.
o  Huruf yang satu dan yang lain disambungkan dengan titik-titik dengan meggunakan warna yang berbeda.
o  Anak menelusuri huruf dan sambungannya sehingga menjadi bentuk huruf sambung.
5.    Menulis huruf sambung
o  Mengajarkan huruf sambung dapat menggunakan langkah-langkah huruf lepas dan transisi.
o  Kami sertakan tabel cara melatih anak disgrafia agar dapat menulis dengan baik dan benar seperti di bawah ini.





Faktor
Masalah
Penyebabnya
Remedial
Bentuk
Huruf terlalu miring
Posisi kertas yang miring
Betulkan posisi kertas sehingga tegak lurus dengan badan
Ukuran
Terlalu besar dan terlalu tebal
·         Kurang memahami garis tulisan
·         Gerakan tangan yang kaku
·         Ajarkan kembali tentang konsep ukuran dan perjelas garis tulisan
·         Latih gerakan tangan, salah satu caranya dengan latihan membuat lingkaran atau bentuk lengkung
Spasi
·         Huruf dalam satu kata seperti menumpuk
·         Spasi antar-huruf terlalu lebar
·         Kurang memahami konsep spasi
·         Kurang memahami bentuk dan ukuran
·         Ajarkan kembali konsep spasi antar-kata
·         Kaji kembali konsep bentuk ukuran dan huruf
Kualitas garis
Terlalu tebal atau menekan terlalu tipis
Masalah pada tekanan tulisan
Perbaikilah cara-cara   memegang alat tulis, perbaiki juga gerakan tangan, serta beikan latihan menulis di atas kertas tipis dan kertas kasar
Kecepatan
Lambat ketika dalam menulis yaitu ketika menyalin atau saat dikte
Tingkat kemampuan menulis tidak sebanding dengan kecepatannya
Latih menarik garis lurus dengan cepat serta latihan membuat bentuk melingkar, tegak dan melengkung di kertas berpetak


DAFTAR PUSTAKA

ü  Azwar, Drs. Saifuddin. 1999, Penyusunan Skala Psikologi, PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
ü  Durand, V. Mark. 2007, Psikologi Abnormal,  Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
ü  Nevid, Jeffrey S. 2003, Psikologi Abnormal, Erlangga, Jakarta.
ü  Supratiknya, Dr. A. 2000, Mengenal Perilaku Abnormal, Kanisius, Yogyakarta.
ü  Wiramihardja, Psi. Prof. Dr. Sutardjo A. 2005, Pengantar Psikologi Abnormal, Refika Aditama, Bandung.
ü  http://dwiputri14.blogspot.com/2010/04/gangguan-belajar.html diakses 14 Desember 2012 jam 14.00.
ü  http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-belajar.html diakses 14 Desember 2012 jam 14.00.

LAMPIRAN

A.        VERBATIM
1.          Identitas Anak
Peneliti : nama lengkap anak ini siapa bu?
Informan : nama lengkapnya …………..tapi nanti di tugasnya kamu tidak usah ditulis ya, beri nama ini saja Sayyidah (samaran)
Peneliti : kalau nama panggilannya?
Informan : Sayyi (samaran)
Peneliti : jenis kelamin?
Informan : perempuan
Peneliti : lahirnya dimana dan tanggal berapa?
Informan : lahir disini di rumah sendiri (Sumenep) pada tanggal 05 Juni 1995
Peneliti : agamanya ?
Informan : ya Islam lah dek
Peneliti : Sayyi ini anak yang keberapa bu?
Informan : ini anak yang ke-2, ada satu kakaknya laki-laki
Peneliti : sekarang setiap hari tinggalnya bersama siapa?
Informan : kalau tinggal ya sama saya lah dek dan semua keluarga disini ngumpul, kan ini anak masih muda jadi harus tinggal sama orang tuanya dulu apa lagi perempuan
2.          Identitas Orang Tua
Peneliti : boleh tahu nama bapaknya siapa bu?
Informan : boleh, tapi nanti di tugasnya sampean tidak usah disebut ya, pakek nama samara saja, kasik saja Muhammad Abduh
Peneliti : asal bapak itu dari mana bu?
Informan : aslinya dari sini juga satu kampong, tetanggaan, ini rumahnya di samping rumah
Peneliti : pekerjaan bapak setiap hari apa bu?
Informan : kalau kerja sih petani, tappi ya kadang juga jualan pentol dan kadang juga ikut kuli, kan disini tani itu musiman dek
Peneliti : bapak itu sekolah terakhirnya apa bu?
Informan : wah kalau bapaknya ini tidak pernah sekolah dek, biasa kan orang dulu apa lagi orang kampong mau sekolah tidak bisa malah suruh kerja sama orang tuanya
Peneliti : kalau nama ibu sendiri siapa?
Informan : itu lagi dek, jangan sampai disebut ya nanti di tugasnya, nama saya …………. Tapi beri samaran saja Sulistiani
Peneliti : aslinya bu dari mana?
Informan : saya juga asli sini dek, dari kecil sampai sekarang punyak anak 3 tetap saja disini
Peneliti : kalau pekerjaan ibu tiap hari apa?
Informan : saya sebagai ibu hanya kerja dapur dek, kadang ya kalau musim hujan seperti sekarang ini kerja sawah untuk nanem padi
Peneliti : apakah ibu sendiri juga tidak oernah sekolah sama kayak bapak?
Informan : kalau saya Alhamdulillah dulu pernah sempat sekolah SD, tapi itu hanya sampai kelas 4 SD sebab pas itu malah disuruh nikah sama orang tua, katanya ngapain perempuan sekolah yang penting tahu masak di dapur, saya ya ikuti saja kemauan orang tua waktu itu. Dulu itu waktu saya sekolah masuknya malah sore hari dek, asyik banged kalau saya inged lagi
3.          Masalah Anak
Peneliti : maaf ya bu, kira-kira masalah yang ada pada anak ibu ini apa?
Informan : kalau ditanya masalah anak mah banyak dek, namanya juga anak pasti ada saja masalah, ini orangnya selalu males untuk sekolah dek, dan juga tidak pernah belajar kalau ada di rumah, tidak pernah ngerti orang tua kalau minta ini harus ada, sering marah-marah juga anaknya. Sesuai yang pernah adek sampaikan dulu itu penyakitnya masih belum bisa teratasi dek yaitu gangguan menulisnya itu
Peneliti : kira-kira ibu tahu gak kenapa dia males sekolah?
Informan : saya juga gak ngerti dek, tapi kalau saya tanyak ke temennya yang satu kelas itu, saat dia tidak masuk sekolah pasti kata temennya di sekolah lagi ada hafalan atau ulangan, jadi mungkin saya pikir dia takut pada pelajaran yang ada hafalan dan juga jika ada ulangan
Peneliti : anak ini kan diketahui mengalami gangguan dalam belajar terutama gangguan pada menulisnya, nah itu awalnya gimana bu?
Informan : iya bener sesuai yang adek sampaikan dulu pas pertama kesini ini dia memang mengalami gangguan dalam menulisnya, sampai sekarang hasil tulisannya masih jelek, kata kakaknya itu tulisannya ambu radul masih belum tahu tata cara menulis padahal kan sudah kelas VIIII SMP harusnya kan tulisannya bagus. Kalau masalah awal gimana ini gangguan ada saya juga kurang tahu pasti, namun seingat saya dulu waktu masih sekolah SD sering tidak naik kelas, dan kata gurunya itu dulu sering tidak naik kelas karena anaknya masih belum mampu dalam bidang membaca, menghitung, dan juga menulisnya. Dia tidak berkembang seprti yang lainnya. Baru semenjak kelas 4-5 SD saya menyadari kalau ternyata anak saya ini masih belum tahu tata cara menulis yang bagus. Sebab waktu itu tulisannya masih gak karuan dek, sulit bisa dibaca oleh orang lain. Tapi saya tidak tahu kalau itu tidak normal. Saya pikir itu biasa-biasa saja sebab waktu itu saya memang tidak pernah ngajarin bagaimana cara menulis dan yang lainnya. Saya kira itu hanya karena sebab kurang saya dalam ngajarin. Tapi sebenarnya dulu waktu kelas 1 SD yang tahun kedua, kan tidak naik kelas,  katanya sudah mulai mengalami kesulitan dalam memegang pensil, dimana cara memegang pensil tidak seperti yang lainnya yaitu terlalu ke ujung
Peneliti : apakah terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam setiap tulisan anak ini bu?
Informan : iya ada sih, kadang kalau dilihat tulisannya itu kecil-kecil dan kadang ada juga yang besar, tidak rata gitu
Peneliti : kalau penggunaan dalam huruf besar dan kecil itu gimana bu?
Informan : iya dek, dia masih belum paham dalam menggunakan huruf besar dan kecil di tulisannya, kadang di tengah kata huruf besar, harusnya kan katanya tidak boleh
Peneliti : kalau ukuran dan bentuk huruf tulisannya tu gimana juga?
Informan : iya sama seperti yang saya jelaskan tadi
Peneliti : kalau misalnya disuruh nulis apa yang ada dalam pemikirannya itu bisa gak bu?
Informan : oooou kalau itu sih masih bisa
Peneliti : cara memegang pensil atau bolpoinnya gimana sudah benar atau gimana bu?
Informan : dia itu kalau memegang pensil atau bolpoin tidak seperti hyang lainnya, cara megangnya kelihatan kaku gitu, megangnya terlalu ke ujung, jadi bisa sampai gak kelihatan ujung pensilnya itu
Peneliti : biasanya bu kalau anak yang mengalami gangguan ini saat menulis itu tangan selalu diperhatikan dan juga sambil berbicara apa yang akan dia tulis, nah apakah Sayyidah seperti itu?
Informan : kalau menulis sih biasanya memang sering menunduk sambil memperhatikan apa yang ditulis, jarak mata dengan tangan itu sangat dekat. Tapi kalau masalah berbicara itu jarang
Peneliti : apakah dalam menulis pasti selalu pada baris yang sudah ada di buku atau malah kucar-kacir?
Informan : gak dek, kalau itu dia sudah mulai bisa benar, tulisannya masih dalam baris yang sudah disediakan itu dalam buku
Peneliti : apakah dia suka jika didekte untuk menulis sesuatu kalimat atau bacaan bu?
Informan : dia paling tidak suka kalau didekte katanya dek, sering salah menulisnya jika didekte, kalaupun didekte itu harus pelan-pelan dan dengan suara yang sangat jelas
Peneliti : kira-kira ibu sendiri sudah tahu belum apa penyebab dari gangguan yang dialami oleh anak ini?
Informan : kami tidak tahu pasti apa penyebab dari masalah ini, namun menurut saya kemungkinan dulu itu hanya karena kurang dalam mengajari dia baik itu cara menulis maupun membaca. Tapi mungkin juga karena sebab dari penyakit yang dia miliki yaitu kejang-kejang. Dia itu kenak penyakit kejang-kejang semenjak masih kelas 2 SD. Dan bisa jadi juga karena factor keturunan, sebab bapaknya kan tidak sekolah dan itu tidak bisa baca tulis
Peneliti : apakah sampai sekarang penyakit itu masih belum sembuh?
Informan : belum dek, bahkan sering kambuh penyakit itu, kadang kambuhnya itu 2 bulan sekali dan itu secara tiba-tiba
Peneliti : akibat apa yang dialami oleh anak ini dari gangguan belajar itu?
Informan : iya itu dek, waktu SD dia sering tidak naik kelas, ya karena dia masih lamban dalam belajarnya dan sekarang pun nilai rapornya masih kurang bagus
Peneliti : bagaimana perkembangan gangguan itu bu, apakah semakin parah atau gimana?
Informan : kalau tambah parah sih gak ya, mungkin sekarang sedikit demi sedikit agak mendingan, ketimbang waktu masih SD
Peneliti : kalau latar belakang keluarga ibu seperti apa?
Informan : kami adalah keluarga yang minim pendidikan, kan sudah tak jelaskan tadi kalau saya dan bapaknya tidak lulus SD, kakek-nenek pun juga seperti itu
Peneliti : maaf lagi ne bu, kalau kondisi ekonomi bagaimana?
Informan : ekonomi mungkin menengah ke bawah ya, sehari-hari Alhamdulillah kadang cukup untuk makan saja dan kadang juga harus pinjam dulu ke tetangga. Kan kita petani yang hanya musiman, kadang ya bapak jualan pentol keliling pakai speda ontel dan kadang juga kalau ada ikut kuli bangunan
Peneliti : untuk aktivitas si Sayyidah sehari-harinya biasanya apa bu?
Informan : ya pagi sekolah habis sekolah biasanya ngaji, tapi sekarang sudah jarang ngajinya, main sama temen-temennya tapi di sekitar sini saja tetangganya yang dekat belakng ini, kadang juga sering bantu-bantu ibu baik itu nyuci dan pekerjaan dapur.dan kalau malam ya nonton TV di tetangga depan itu
4.          Riwayat Perkembangan
Peneliti : waktu dalam kehamilan gimana bu, apakah ada keluhan atau masalah?
Informan : gak ada, Alhamdulillah normal sampai lahir
Peneliti : terus waktu bayi sampai sekarang gimana?
Informan : seingat saya waktu bayi hingga umur 7 tahun itu biasa-biasa saja normal. Ketika mulai masuk sekolah sekitar umur 7 tahunan itu sudah mulai kelihatan kalau perkembangan khususnya kognitifnya kelihatan terhambat sebab kelas 1 SD tidak naik satu kali dan kelas 2 SD tidak naik kelas 2 kali. Itu karena dari segi membaca, menulis dan menghitung masih tidak mampu seperti yang lainnya. Hingga sekarangpun berumur 17 tahun kurang lebih seperti itu, bahkan seharusnya sudah duduk di bangku SMA dia masih SMP kelas VIIII. Kadang dia sulit dalam memahami apa yang dibicarakan orang. Mentalnya juga tidak seperti anak seumurannya. Dia takut jika di tempat ramai. Tidak gampang kenal dengan orang baru. Di sekolahnya pun merasa ketakutan dengan beberapa pelajaran, dan biasanya tidak masuk sekolah
Peneliti : perkembangan pendidikannya dari awal gimana bu?
Informan : iya seperti yang telah diceritakan dari tadi, SD tidak naik kelas tiga kali yaitu satu kali di kelas 1 dan dua kali di kelas dua. Dan habis itu Alhamdulillah naik kelas terus meskipun nilai-nilainya standart

Perkembangan Pendidikan
Tahun
Sekolah
Keterangan
2003-2004
2004-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
2010-2011
2011—2012
2012-…….
SD kelas I
SD kelas II
SD kelas III
SD kelas IV
SD kelas V
SD kelas VI
MTs kelas VII
MTs kelas VIII
Tidak naik kelas 1 kali
Tidak naik kelas 2 kali
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Naik kelas (dengan nilai standart)
Masih semester ganjil


B.       GUIDANCE WAWANCARA DISGRAFIA
1.    IDENTITAS ANAK:
1.    Nama lengkap                                 :
2.    Nama panggilan                              :
3.    Jenis kelamin                                  :
4.    Tempat, Tgl. Lahir                          :
5.    Agama                                            :
6.    Anak ke-                                         :
7.    Tinggal bersama
2.    IDENTITAS ORANG TUA:
1.      Bapak
Nama                                              :
Alamat                                            :
Pekerjaan                                        :
Pendidikan                                     :
2.      Ibu
Nama                                              :
Alamat                                            :
Pekerjaan                                        :
Pendidikan                                     :
3.    MASALAH ANAK:
10.               Deskripsi masalah                               :
11.               Awal anak mengalami gangguan        :
12.               Indikator gangguan
a.
Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya
 :
b.
Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur
 :
c.
Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional
 :
d.
Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan
 :
e.
Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap
 :
f.
Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis
 :
g.
Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional
 :
h.
Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada
 :
                      
13.  Penyebab gangguan                           :
14.  Akibat dari masalah                           :
15.  Perkembangan gangguan anak           :
16.  Frekuensi gangguan                           :
17.  Latar belakang keluarga                     :
18.  Kondisi ekonomi keluarga                 :
19.  Aktivitas anak sehari-hari                  :
4.    RIWAYAT PERKEMBANGAN:
4.      Usia kehamilan
0 – 3 bulan                                      :
4 – 6 bulan                                      :
7 – 9 bulan                                      :
5.      Usia anak
0 – 6 bulan                                      :
7 – 12 bulan                                    :
1 – 2 tahun                                      :
3 – 5 tahun                                      :
5 – 7 tahun                                      :
8 – 10 tahun                                    :
10 – 12 tahun                                  :
13 – 15 tahun                                  :
15 – 17 tahun                                  :
6.      Riwayat pendidikan                       :
Perkembangan Pendidikan
Tahun
Sekolah
Keterangan





FOTO-FOTO KLIEN

Oval: sensor
                    Posisi saat sedang menulis

                                                Hasil tulisan klien


[1] Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal (Jakarta : 2003), hal. 156
[2] Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal (Jakarta : 2003), hal. 156
[3] http://fanisliend.blogspot.com/2012/04/makalah-gangguan-belajar-disgrafia.html
[5] Supratiknya, Mengenal Perilaku Abnormal (Yogyakarta : 2000), hal.
[6] Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal (Jakarta : 2003), hal. 159
[8] http://fanisliend.blogspot.com/2012/04/makalah-gangguan-belajar-disgrafia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar