Hingga dewasa ini, korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang. Korupsi memang sudah menjadi penyakit sosial di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Makanya, bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan secara seloroh bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan. Kenyatannya memang tidak ada suatu negara di dunia ini yang memiliki indeks persepsi korupsi (IPK) yang berada di dalam angka mutlak 10, paling banter adalah mendekati angka mutlak tersebut.
Sejarah korupsi memang setua usia manusia. Ketika manusia mengenal relasi sosial berbasis uang atau barang, maka ketika itu sebenarnya sudah terjadi yang disebut korupsi. Hanya saja memang kecanggihan dan kadar korupsinya masih sangat sederhana. Akan tetapi sejalan dengan perubahan kemampuan manusia, maka cara melakukan korupsi juga sangat variatif tergantung kepada bagaimana manusia melakukan korupsi tersebut. Jadi, semakin canggih manusia merumuskan rekayasa kehidupan, maka semakin canggih pula pola dan model korupsinya.
Pertanyaannya sekarang, mengapa mereka para pejabat instansi pemerintah yang seharusnya menjadi dan memberi suri tauladan baik malah rela melakukan korupsi yang jelas merugikan bagi masyarakat. Disini akan dijelaskan beberapa analisis penyebab perilaku korupsi dari berbagai teori.
- Teori (pendekatan) Biologis
Seperti apa yang telah dikatakan oleh para ilmuwan, bahwa manusia lahir dengan berbagai karakteristik yang berbeda. Perbedaan disini tergantung pada naluri atau bawaan yang dibawa sejak lahir oleh masing-masing individu. Dan naluri itulah yang akan menentukan dan membentuk perilaku pada diri individu selama hidup. Dalam diri manusia memiliki naluri untuk menjadi agresif. Konrad Lorenz dan juga ahli lain mengungkapkan pendapat bahwa dorongan agresif ada di dalam diri manusia sejak lahir dan tidak bias dirubah.
Dalam kasus korupsi yang merajalela di negeri kita ini, menurut saya kemungkinan yang pertama, mereka para pemimpin yang korupsi dalam dirinya memang sudah terbawa karakteristik atau naluri agresi, rakus atau tamak, dan material. Sehingga dengan itu, diketika mereka menjadi pemimpin yang kesehariannya tidak lepas dengan yang namanya uang, maka disaat ada kesempatan mereka akan rela untuk melakukan apapun termasuk korupsi demi memenuhi semua keinginannya, tanpa memikirkan apa akibat yang akan diterimanya dan juga akibat pada yang lain terutama kepada rakyat.
Kemungkinan yang kedua, mungkin mereka memang keturunan dari orang-orang yang suka berbohong. Dan mungkin juga mereka adalah keturunan dari orang-orang yang memang sudah terbiasa melakukan korupsi. Inilah hal yang paling kuat bagi mereka untuk berperilaku korupsi disaat ada kesempatan. Sebab, jika mereka sudah tahu bahwa keluarganya adalah orang yang terbiasa korupsi, maka sangat gampang juga bagi mereka untuk menirunya, karena dalam diri mereka terdapat gen korupsi yang dibawa dari sejak lahir.
- Teori (pendekatan) Belajar
Kebanyakan manusia yang hidup di dunia ini dalam berperilaku kesehariannya disebabkan karena proses belajar. Proses belajar disini antara lain lingkungan, pengalaman sebelumnya, dan idola.
Pertama adalah lingkungan. Telah kita ketahui bahwa sistem pemerintahan yang ada di Indonesia khususnya dalam persoalan hukum yang tidak tepat dan tidak jelas. Hampir semua permasalahan baik ekonomi, politik, dan bahkan pendidikan pun tidak lepas dari yang namanya korupsi, mulai dari bawah hingga ke daerah pusat. Untuk sekarang korupsi sudah merupakan hal biasa yang sudah membudaya dimana-mana. Maka dari itu, meskipun orang baik-baik dan orang suci pun jika sudah terjun dan berbaur dengan lingkungan pemerintahan yang didalamnya terbiasa korup, sangat kecil kemungkinannya untuk tidak mengikuti budaya itu. Sebab, lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku seseorang.
Kedua yaitu pengalaman di masa lampau. Kebanyakan manusia dari sejak kecil khususnya saat masih sekolah sudah mulai dipelajari benih-benih dari korupsi. Salah satunya seperti kebohongan atau kecurangan disaat pelaksanaan UNAS. Sehingga kalau dari kecil sudah dididik seperti itu, sangat besar kemungkinan untuk meniru dan mengulangi kembali hal-hal yang bahkan lebih buruk (korupsi). Selain itu juga, mungkin mereka para pemimpin yang koruptor sebelumnya sudah terbiasa dengan gaya hidup yang bermewah-mewahan. Mulai dari rumah mewah, mobil mewah, pakaian yang bagus-bagus, dan lain-lainnya. Sehingga untuk memenuhi dan mempertahankan gaya hidupnya, cara yang paling cepat dan mudah adalah mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Dan itupun tidak cukup jika hanya mengandalkan gajinya. Maka dari itu, satu-satunya jalan yang harus dilakukan hanyalah korupsi.
Ketiga adalah idola. Setiap manusia individu dalam hidupnya pasti mempunyai seseorang yang diidolakan. Sedikit banyak mereka akan meniru dan mengikuti perilaku dan pola hidup orang yang diidolakan. Nah, mungkin dalam kasus korupsi ini mereka para koruptor juga memiliki seorang idola, contohnya atasannya, jabatannya yang lebih tinggi atau yang lainnya. Sehingga kalau idola mereka sudah korupsi, mereka akan kecewa dan rasa kekecewaannya mereka lampiaskan dengan cara korupsi juga (atasan saya korupsi kenapa saya tidak).
- Teori (pendekatan) Insentif
Orang bertindak berdasarkan pilihan antara keuntungan dan kerugian yang akan diperolehnya dari setiap perilaku. Orang memperhitungkan kerugian dan keuntungan berbagai tindakan, serta secara rasional mengambil alternatif yang paling baik. Mereka memilih mana tindakan memberikan keuntungan sebesar mungkin dan kerugian sekecil mungkin. Edward menyatakan bahwa keputusan diambil atas dasar nilai dari berbagai akibat keputusan yang mungkin, dan derajat ekspektasi atau dugaan tentang akibat yang akan ditimbulkan oleh setiap keputusan.
Kembali pada kasus korupsi yang merajalela saat ini, mungkin disaat ada kesempatan mereka memiliki pilihan antara melakukan korupsi atau tidak. Kalau mereka memilih untuk melakukan korupsi, mereka berfikir yang jelas kalau ketahuan akan dipenjara, malu, mungkin bisa dipecat dari jabatannya, dan dicemooh banyak orang (pilihan negatif). Sedangkan kalau mereka tidak mengambil korup dan membuang kesempatan emas itu mereka akan selamat dan tidak terancam, namun merasa rugi (pilihan positif). Akan tetapi, mereka lebih memilih untuk korupsi mungkin antara pilihan negatif dan positif, yang dapat menguntungkan baginya adalah pilihan negatif. Karena mereka pikir pilihan itu lebih besar keuntungannya dari pada kerugian yang akan diterima. Sebab, mereka belum tentu diketahui akan perbuatannya itu. Walaupun nantinya diketahui, mereka bisa membeli hukum dengan uang yang mereka punya itu.
Selain itu, mereka korupsi karena ingin mengembalikan uang modal yang ia keluarkan pada saat mau mencalonkan menjadi pemimpin (contohnya para caleg). Mungkin dia pikir pilihan negatif itu justru akan memberikan keuntungan besar dan dia tidak peduli dengan akibat yang akan diterimanya. Yang penting mereka mendapatkan uang sebanyak mungkin untuk kembali modal. Mereka menjadikan kepemimpinan atau jabatan sebagai jembatan perbisnisan uang.
- Teori (pendekatan) Kognitif
Dalam kehidupan sosial perilaku seseorang tergantung pada caranya mengamati situasi sosial. Dan hukum mengenai persepsi sosial sangat mirip dengan hukum persepsi objek. Secara spontan dan otomatis orang mengorganisasikan persepsi, pikiran, dan keyakinannya tentang situasi sosial ke dalam bentuk yang sederhana dan bermakna, seperti yang mereka lakukan terhadap objek. Tidak peduli bagaimana kacau atau rancunya situasi, orang akan selalu mengadakan pengaturan. Dan organisasi ini, persepsi dan pengartian lingkungan mempengaruhi perilaku kita dalam situasi sosial.
Kembali pada kasus korupsi, mungkin kebanyakan dari mereka menginterpretasikan atau memaknai bahwa situasi sosial seperti korupsi adalah suatu jalan yang bisa membuat hidup mereka cepat kaya. Dan dengan kekayaan itulah mereka juga memaknai bahwa mereka akan menjadi orang terpandang (derajat yang tinggi dalam masyarakat), dan bisa dianggap orang yang sukses serta berhasil dalam hidupnya. Sebab, mayoritas manusia hidup di dunai ini yang dipikirkan hanyalah materi, jabatan, dan terpandang di mata orang. Selain itu, mungkin mereka juga menginterpretasikan atau memaknai bahwa korupsi bukanlah hal yang mengancam atau membahayakan bagi dirinya, mereka sudah memaknai kalau korupsi adalah hal biasa yang menjadi bagian dari pekerjaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar