BAB I
DASAR TEORI
A. Pendekatan Psikoanalitik
Salah satu aliran utama
dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund Freud. Psikoanalisis
adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia,
dan metode psikoterapi. Secara historis psikoanalisis adalah aliran pertama
dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua adalah behaviorisme, sedangkan
yang ketiga atau disebut juga kekuatan ketiga adalah psikologi
eksistensialisme-humanistik. Penting untuk diingat bahwa Freud adalah pencipta
pendekatan psikodinamika terhadap psikologi, yang memberikan pandangan baru
kepada psikologi dan menemukan cakrawala-cakrawala baru. Misalnya,
membangkitkan minat terhadap motivasi tingkah laku. Freud juga mengundang
banyak kontroversi, eksplorasi, penelitian, dan menyajikan landasan tempat
bertumpu sistem-sistem yang muncul kemudian.
Psikoanalisa adalah
merupakan system filsafat dan system psikologi sekaligus. Sebagai sebuah system
filsafat, psikoanalisa menekankan alam bawah sadar, kekuatan-kekuatan dinamaik,
peran dasar insting, kebutuhan untuk sosialisasi, peran fundamental keluarga,
proses perkembangan, dan pertumbuhan dan kristalisasi kepribadian dalam
pernyataan-pernyataan psikologi dalam. Sebagai sebuah psikologi ia secara
fleksibel dan memadai menyerap banyak kontribusi dari sumber-sumber yang
berbeda.[1]
Psikoanalisa merupakan
suatu metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis dengan cara-cara fisik.
Konsep-konsep psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan
konseling. Banyak tokoh-tokoh lain yang menjadi pengikut Freud, dan
mengembangkan terapi seperti Carl Jung, Otto Rank, William Reich, Karen Horney,
Adler, Harry Stack Sullivan, dan sebagainya.[2]
Sumbangan-sumbangan
utama yang bersejarah dari teori dan praktek psikoanalitik mencakup: (1)
Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat
manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia. (2) Tingkah laku
diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar. (3) Perkembangan pada
masa dini kanak-kanak memeliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa
dewasa. (4) Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk
memahami cara-cara yang digunakan individu dalam mengatasi kecemasan dengan
mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan
kecemasan. (5) Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari
keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi,
resistensi-resistensi dan traferensi-traferensi.[3]
B. Konsep-Konsep Utama Psikoanalisis
Mengenai Kepribadian
Teori Freud mengenai kepribadian dapat
diikhtisar dalam rangka sruktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian.
1. Struktur Kepribadian
Menurut pandangan
psikoanalisis, stuktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu: id, ego, dan
superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis yang
merupakan fungsi-fungsi kepribadian. Id adalah komponen biologis, Ego
adalah komponen psikologis, sedangkan Superego merupakan komponen
sosial.[4]
a. Id
Id adalah system
kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari ide
ketika dilahirkan. Ide merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Ide kurang
terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Seperti kawah yang yang terus
mendidih dan bergolak. Ide tidak bisa menoleransi tegangan dan bekerja untuk
melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan
homeostatic. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan
tegangan, penghindaran kesakitan dan perolehan kesenangan. Ide bersifat tidak
logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan
kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai asos kesenangan. Ide tidak pernah matang
dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berfikir dan hanya
menginginkan atau bertindak. Ide bersifat tak sadar.
b. Ego
Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari
kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan
dan mengatur. Sebagai “polisi lalu lintas” bagi ide, superego, dan dunia
eksternal, tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan
sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksnakan sensor. Denhgan diatur
oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dan berfikir logis serta merumuskan
rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Apa hubungan ego
dan ide? Ego adalah tempat bersemayan inteligensi dan rasionalitas yang
mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari ide. Sementara ide hanya
mengenal kenyataan subjektif, ego memperbedakan bayangan-bayangan mental dengan
hal-hal yang terdapat di dunia eksternal.
c. Super Ego
Superego adalah cabang moral atau hukum dari
kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah
apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego merepresentasikan
hal yang ideal alih-alih hal yang real dan mendorong bukan kepada kesenangan,
melainkan pada kesempurnaan. Superego merepresentasikan nilai-nilai tradisional
dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orang tua pada anak. Superego
berfungsi menghambat impuls-impuls ide. Kemudain sebagai internalisasi standart
orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan
hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya perasaan-perasaan bangga dan mencintai
diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalaj perasaan-perasaan berdosa dan rendah
diri.
Adapun fungsi pokok
super ego dapat dilihat dalam hubungan dengan ketiga aspek kepribadian itu,
yaitu:[5]
i.
Marintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan
agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
ii.
Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralitis dari
pada yang realistis;
iii.
Mengejar kesempurnaan.
Jadi super ego (das
ueber ich) itu cenderung untuk menentang baik ego (das ich) maupun id (das es)
dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal.
2. Dinamika Kepribadian
Freud menganggap
organisme manusia sebagai suatu sistem energi yang kompleks. Energi yang di
peroleh dari makanan (energi fisik). Berdasarkan hukum penyimpangan
(conservation of energi) energi tidak dapat hilang, tetapi dapat
berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain. Energi fisik dapat
berubah menjadi energi psikis. Jembatan antara energi tubuh dengan
kepribadian ialah id beserta insting-instingnya.
Instink menurut Freud
sebagai sumber perangsang somatis yang dibawa sejak lahir. Suatu insting
merupakan sejumlah energi psikis, kumpulan dari semua instink- instink
merupakan keseluruhan dari pada energi psikis yang digunakan oleh kepribadian.
Insting mempunyai empat sifat utama, yaitu, sumber, tujuan, obyek, dan
mendorong, insting bersumber dari kebutuhan dan bertujuan menghilangkan sumber
ketegangan yang diakibatkan karena adanya kebutuhan. Sedangkan obyek insting
adalah segala aktivitas atau benda yang menyebabkan tercapainya kebutuhan.
Besar atau kecilnya kebutuhan merupakan pendorong bagi insting.[6]
Dinamika kepribadian
terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan
oleh id, ego, dan super ego. Oleh karena jumlah energi terbatas,
maka terjadi semacam persaingan dalam menggunakan energi tersebut.
Dari dinamika
kepribadian dapat kita lihat sebahagian besar dikuasai oleh keharusan untuk
memuaskan kebutuhan dengan cara berhubungan dengan obyek-onyek yang ada di
dunia luar. Dalam menghadapi obyek tersebnut individu tidak selamanya dengan
mudah dan berhasil, tetapi selalu menemui ancaman berupa hal-hal yang tidak
menyenangkan atau menyakitkan, maka individu merasa cemas. Biasanya reaksi
individu terhadapancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yaqng belum dapat
diatasinya ialah menjadi cemas.
Freud mengemukakan tiga
macam kecemasan yaitu, kecemasan realistis yang bersumber pada ego,
kecemasan neurotis yang sumbernya pada id, dan kecemasan moral yang
bersumber dari superego. Kecemasan realistis yang paling pokok, yaitu
takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari luar individu, dan kedua
kecemasan yang lain berasal dari kecemasan realistis ini. Kecemasan neurotis
adalah kecemasan yang timbul apabila insting tidak terkendalikan terkendalikan,
sehingga ego akan dihukum. Kecemasan moral adalah kecemasan terhadap
hati nurani sendiri.
Kecemasan berfungsi
melindungi individu dari bahaya, dan merupakan isyarat bagi ego segera
melakukan tindakan. Apabila ego tidak dapat menguasai kecemasan dengan
cara yang rasional, maka ego akan menghadapinyadengan jalan yang tidak
realistis.
3. Perkembangan kepribadian
Kepribadian individu
menurut Freud telah melalui terbentuk pada tahun-tahun pertama di masa
kanak-kanak. Pada umur 5 tahun hampir seluruh struktur keoribadian telah
terbentuk, pada tahun-tahun berikutnya hanya menghaluskan struktur dasar
tersebut. Freud beranggapan bahwa gangguan jiwa pada orang dewasa, pada umumnya
berasal dari pengalaman pada masa kanak-kanak.
Metode-metode atau cara
yang dipergunakan oleh individu untuk mengatasi frustasi-frustasi, konflik-konflik,
serta kecemasan-kecemasan, yaitu sebagai berikut:[7]
a. Identifikasi.
Yaitu metode yang
dipergunakan orang dalam menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian
dari pada keprubadiannya.
b. Pemindahan objek.
Apabila objek pilihan
sesuatu instink yang asli tidak dapat dicapai karena rintangan (anti cathexis)
baik dari dalam maupun dari luar. Adapun arah pemindahan objek ditentukan oleh
dua factor yaitu:
1) Kemiripan objek
pengganti terhadap objek aslinya.
2) Sanksi-sanksi dan
larangan-larangan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego
Karena tekanan kecemasan
ataupun ketakutan yang betlebihan, maka ego terkadang mengambil cara yang
ekstrem untuk menghilangkan atau mereduksikan tegangan atau disebut mekanisme
pertahanan. Bentuk-bentuk pokok mekanisme pertahanan itu adalah :
1) Penekanan atau represi,
yaitu salah satu bentuk mekanisme pertahanan ego. Penekanan terjadi apabila
suatu pemilihan objek dipaksa keluar dari kesadaran oleh anti
cathexis(kekuatan-kekuatan penahanan).
2) Proyeksi, yaitu
mekanisme yang dipergunakan untuk mengubah ketakutan neurotis dan ketakutan
moral menjadi ketakutan realitas.
3) Pembentukan reaksi,yaitu
penggantian impus atau perasaan yang menimbulkan ketakutan atau kecemasan
dengan lawannya didalam kesadaran,misalnya benci diganti dengan cinta.
4) Fiksasi dan Regresi,
pada perkembangan yang normal kepribadian akan melewati fase-fase yang sedikit
banyak sudah tetap dari lahir sampai mencapai kedewasaan yang akan membawa
sejumlah frustasi dan ketakutan, dengan kata lain orang akan mengalami fiksasi pada
suatu fase yang lebih awal begitupun regresi sangat erat hubungannya dengan
fiksasi itu pada umumnya fiksasi dan regresi adalah keadaan nisbi artinya
seorang jarang benar-benar mengalami fiksasi dan regresi. Fiksasi dan regresi
inilah yang menyebabkan ketidaksamaan dalam perkembangan kepribadian.
d. Fase-Fase perkembangan.
Freud berpendapat bahwa
fase-fase perkembangan terbagi atas:
1) Fase Oral (usia 0 sampai
1 tahun). Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktifitas dinamis.
2) Fase Anal ( kira-kira
usia 1 sampai 3 tahun). Pada fase ini cathexis (kekuatan pendorong) dan anti
cathexis (kekuatan penahan) berpusat pada fungsi eliminative (pembuangan
kotoran)
3) Fase phallis (kira-kira
usia 3 sampai 5 tahun). Pada fase ini alat-alat kelamin merupakan daerah erogen
terpenting.
4) Fase Latent (kira-kiara
usia 5 sampai 12 tahun atau 13 tahun). Pada Fase ini impuls-impuls cenderung
umtuk ada dalam keadaan tertekan.
5) Fase Pubertas (kira-kira
12 atau 13 sampai 20 tahun). Pada fase ini impuls-impuls yang selama fase
latent seakan-akan tertekan, menonjol dan membawa aktivitas-aktivitas dinamis
kembali. Apabila aktivitas dinamis ini dapat dipindahkan dan disublimasikan
oleh ego dengan berhasil maka sampailah orang kepada fase kematangan terakhir.
6) Fase genital, pada fase
ini individu telah berubah dari mengejar kenikmatan, menjadi orang dewasa yang
telah disosialisasikan dengan realistis. Fungsi yang pokok fase genital ialah
reproduksi.
Walaupun Freud
menggambarkan perkembangan itu dalam fase-fase namun ia tidak bependapat bahwa
antara fase-fase tersebut satu sama lain terdapat batas yang tajam.
C. Proses Konseling Psikoanalisis
Sesuai dengan alirannya , maka setiap konseling
diwarnai oleh filsafat dan teori yang dianut oleh teori tersebut. Berikut ini
akan diuraikan garis-garis besar proses konseling psikoanalisis.
1. Tujuan konseling.
Tujuan konseling
psikoanalitik adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individu dengan
membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses konseling
dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan
ditafsirkan dengan tujuan untuk merekontruksikan kepribadian. Konseling
analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidaksadaran.
Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih penting
adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.[8]
2. Fungsi konselor.
Pada konseling
psikoanalisis konselor mempunyai ciri unik dalam proses konselornya. Yaitu
konselor bersikap anonym, artinyaa konselor bersikap berusaha tak dikenal klien
dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya.
Tujuannya adalah agar klien dengan mudah memantulkan perasaan kepada konselor.
Pemantulan itu merupakan proyeksi klien yang menjadi analisis bagi konselor.
Hal yang terpenting dalam proses konseling adalah memberikan perhatian terhadap
keadaan resistensi klien yaitu suatu keadaan dimana klien melindungi suatu
perasaan , trauma, atau kegagalan klien terhadap konselor.fungsi konselor
adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketaksadaran
klien yang dilindunginya dengan cara transferensi itu selain itu konselor
membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, krtulusan hati, dan hubungan
pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara
realistis.
3. Proses konseling
Secara sisitematis
proses konseling yang dikemukakan dalam urutan fase-fase konseling dapat
diikuti sebagai berikut;
a. Membina hubungan
konseling yang terjadi pada tahap awal konseling.
b. Tahap krisis bagi klien
yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya, dan melakukan tranferensi.
c. Tilikan terhadap masa
lalu klien terutama pada masa anak-anak.
d. Pengembangan resistensi
untuk pemahaman diri.
e. Pengembangan hubungan
transferensi klien dengan konselor.
f. Melanjiutkan lagi
hal-hal yang resistensi.
g. Menutup wawancara
konseling.
D. Teknik Konseling
Teknik-teknik dalam psikoanalisa digunakan untuk
meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam prilaku klien,
dan memahami gejala-gejala yang nampak. Ada lima teknik dasar dalam teori
psikoanalisa yaitu:[9]
1. Asosiasi bebas.
Teknik
pokok dalam terapi psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan
klien untuk menjernihkan pikirannya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak
mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadarannya. Yang pokok adalah
klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pikiran dengan
melaporkan secepatnya tanpa sensor.
Asosiasi bebas adalah
satu metoda pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi
yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau. Hal ini disebut sebagai
katarsis. Katarsis secara sementara dapat mengurangi pengalaman klien yang
menyakitkan, akan tetapi tidak memegang peranan utama dalam proses
penyembuhan.sebagai suatu cara membantu klien memperoleh pengetahuan dan
evaluasi diri sendiri, konselor menafsirkan makna-makna yang menjadi kinci dari
asosiasi bebas. Selama asosiasi bebas tugas konselor adalah untuk
mengidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam ketaksadaran.
2. Interpretasi.
Interpretasi adalah
prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi,
analisis resistensi, analisis tranparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan
analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang
dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubunganterapetik
itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi
baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. Interpretasi
mengarahkan tilikan dan hal-hal yang tidak disadari klien.
Hal yang terpenting
adalah bahwa interpretasi harus dilakukan pada waktu-waktu yang tepat karena
kalau tidak, klien dapat menolaknya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
interpretasi sebagai teknik terapi.
Pertama, interpretasi
hendaknya hendaknya disajikan pada saat gejala yang diinterpretasikan
berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klien.
Kedua, interpretasi
hendaknya selalu dimulai dari permukaan dan baru manuju ke hal-hal yang dalam
yang dapat dialami oleh situasi emosional klien.
Ketiga, menetapkan
resistensi atau pertahanan sebelim menginterpretasikan emosi atau konflik.
3. Analisis mimpi
Analisis mimpi merupakan
prosedur yang penting untuk mambuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu
klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum
terpecahakan.proses terjadinya mimpi adalah karena di waktu tidur pertahanan
ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesakpun muncul ke permukaan karena
dalam mimpi semua keinginan, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari
diekspresikan.
4. Analisis Resistensi.
Resistensi, sebagai
suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisa, yang bekerja melawan
kemajuan terapi dan mencegah klien untuk menampilkan hal-hal yang tidak
disadari. Anlaisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap
alasan-alasan terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian klien untuk
menafsirkan resistensi.
5. Analisis transferensi.
Konselor mengusahakan
agar klien mengembangkan transferensinya agar teringkap neurosisnya terutama
pada usia selam lima tahun pertama hidupnya. Konselor manggunakan sifat-sifat
netral, objektif, anonym, dan pasif agar terungkap transferensi tersebut.
E. Kritik dan Kontribusi Psikoanalisa
Beberapa
kritik terhadap psikoanalisa adalah antara lain :
1.
Pandangan yang terlalu determenistik dinilai terlalu
merendahkan martabat kemanusiaan.
2.
Terlalu banyak menekankan pada pengalaman masa kanak-kanak, dan
menganggap kehidupan seolah-olah sepenuhnya ditentukan masa lalu. Hal ini memeberikan gambaran seolah-olah
tanggung jawab individu berkurang.
3.
Terlalu meminimalkan rasionalitas.
4.
Bahwa perilaku ditentukan oleh energy psikis, adalah
sesuatu yang meragukan.
5.
Penyembuhan dalam psikoanalisa terlau bersifat
rasional dalam pendekatannya.
6.
Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem
psikoanalisa.
Sedangkan kontribusi yang diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Adanya motiv asi yang
tidak selamanya disadari.
2. Teori kepribadian dan
teknik psikoterapi.
3. Pentingnya ,asa
kanak-kanak dalam perkembangan kepribadian.
4. Model pengguanaan
wwawancara sebagai alat terapi.
5. Pentingnya sikap non
moral pada terapis.
6. Adanya persesuaianantara
teori dan teknik.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Psikoanalisa adalah merupakan system filsafat dan system psikologi
sekaligus. Sebagai sebuah system filsafat, psikoanalisa menekankan alam bawah
sadar, kekuatan-kekuatan dinamaik, peran dasar insting, kebutuhan untuk
sosialisasi, peran fundamental keluarga, proses perkembangan, dan pertumbuhan
dan kristalisasi kepribadian dalam pernyataan-pernyataan psikologi dalam.
Sebagai sebuah psikologi ia secara fleksibel dan memadai menyerap banyak
kontribusi dari sumber-sumber yang berbeda.
Menurut pandangan psikoanalisis, stuktur
kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu: id, ego, dan superego. Ketiganya
adalah nama bagi proses-proses psikologis yang merupakan fungsi-fungsi
kepribadian. Id adalah komponen biologis, Ego adalah komponen
psikologis, sedangkan Superego merupakan komponen sosial.
Teknik-teknik dalam psikoanalisa digunakan untuk
meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam prilaku klien,
dan memahami gejala-gejala yang nampak. Ada lima teknik dasar dalam teori
psikoanalisa yaitu,
Asosiasi Bebas, Interpretasi, Anilisis Mimpi, Analisis Resistensi, dan Analisis
Transferensi.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Corey, Gerald. 1997. Teori & Praktek Konseling
& Psikoterapi. Bandung : PT. Eresco.
Ø Corsini, Raymond. 2003. Psikoterapi Dewasa Ini. Surabaya : Ikon
Teralitera.
Ø Surya, Mohammad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Ø http://natsirasnawi.blogspot.com/2008/02/pendekatan-dalam-psikologi-klinis.html, diakses tanggal
21 Maret 2013,
pukul 15.30
[3] Gerald
Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : PT.
Eresco, 1997), hal. 13
[7] http://natsirasnawi.blogspot.com/2008/02/pendekatan-dalam-psikologi-klinis.html, tanggal 21
Maret
2013,
pukul 15.30
[8] Gerald
Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : PT.
Eresco, 1997), hal. 36